Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Proses penanganan kasus dugaan korupsi PTSL desa Sidokepung kecamatan Buduran sudah memasuki bulan ke 16. Dalam rentang waktu yang cukup lama, Penyelidik/Penyidik Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo belum berhasil menemukan satupun tersangka. Dari informasi penyelidik/ penyidik unit Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo yang di terima Hj Elly Wahyuningtiyas SH MPsi melalui SP2HP tertanggal 21/4/2025, belum menunjukkan tanda peningkatan status dalam proses penyelidikan dugaan korupsi PTSL yang ia laporan pada 5/1/2024 tahun lalu.
Hj Elly Wahyuningtiyas SH MPsi selaku pelapor dan mewakili 94 warga Sidokepung yang menjadi korban dugaan korupsi program PTSL di desanya merasa gerah. Dirinya merasa heran dengan proses penanganan kasus ini. Pasalnya dalam SP2HP yang ia terima pada 14/3/2025 menginformasikan bahwa Penyelidik/ Penyidik akan melakukan tindak lanjuti untuk memeriksa BPN. Kemudian pada SP2HP yang ia terima pada beberapa hari kemarin menginformasikan bahwa Penyelidik/ Penyidik akan melakukan tindak lanjut dengan mengundang dan melakukan klarifikasi terhadap pihak BPN.
“Saya bingung sendiri setelah membaca SP2HP dari penyidik Tipidkor Polresta Sidoarjo, bulan kemarin tindak lanjutnya akan memeriksa BPN dan SP2HP yang baru akan melakukan tindak lanjut mengundang dan melakukan klarifikasi terhadap pihak BPN. Kok muter muter terus.” gumamnya dengan nada agak kesal.
Sementara itu Kholilur Rahman SH MH, praktisi hukum pidana dari Fakultas hukum Universitas Pembangunan Nasional (Veteran) Jawa Timur mengatakan, bahwa penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan (lihat pasal 1 angka 5 KUHAP). Dan dalam KUHAP tidak mengatur secara eksplisit mengenai jangka waktu (batas waktu) penyelidikan, Akan tetapi demi terjaminnya kepastian hukum, seharusnya penyelidik dalam melakukan penyelidikan tidak boleh berlangsung terlalu lama atau tidak berkesudahan agar tidak menimbulkan kecurigaan publik yang negatif.
“KUHAP tidak mengatur secara eksplisit mengenai jangka waktu, akan tetapi demi terjaminnya kepastian hukum. Sehingga apabila proses penyelidikan berlangsung lama hingga bertahun-tahun, ini menjadi tanda tanya dan perlu dipertanyakan?,” ujar Kholilur Rahman SH MH.

Dosen Fakultas hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur tersebut juga menyampaikan bahwa hukum acara pidana itu mengatur tentang norma kewenangan. “Berbicara hukum acara pidana itu tentang norma kewenangan, maka dalam melaksanakan kewenangannya Penyelidik Polri tetep dituntut untuk profesional dan tidak boleh undue process (melaksanakan proses yg tidak wajar).” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Dr.Jamil SH MH, bahwa dengan tidak adanya batasan waktu dalam proses penyelidikan sangat rentan disalahgunakan oleh oknum penegak hukum
“Wewenang yang tidak memiliki batas waktu sangat rentan disalahgunakan ” ujarnya. Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya itu menegaskan kalau ada batasan waktu dalam penyelidikan akan memberikan kepastian hukum bagi mereka yang sedang berperkara. Sedangkan, berlarut- larutnya proses penyelidikan oleh APH akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.
“Maka dari itu, proses penyelidikan harus dilakukan secara cepat, tepat dan transparan. Apalagi saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian paling rendah diantara penegak hukum yang lain.” jelas Ahli Hukum Administrasi Negara Ubhara tersebut.(NK)