Hukum

Warga Menilai Penanganan Kasus Dugaan Korupsi PTSL Sidokepung Oleh Tipidkor Polresta Berbelit Belit

54
×

Warga Menilai Penanganan Kasus Dugaan Korupsi PTSL Sidokepung Oleh Tipidkor Polresta Berbelit Belit

Sebarkan artikel ini

Sidoarjo//suaraglobal.co.id– Kasus dugaan korupsi program PTSL desa Sidokepung kecamatan Buduran terus bergulir di Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo. Meskipun sudah masuk tahun kedua sejak dilaporkannya kasus ini oleh warga Sidokepung pada tanggal 5 Januari 2024, penyelidikan/penyidik Unit Tipidkor Polresta Sidoarjo terus melakukan proses penyelidikan. Meskipun warga desa Sidokepung menilai bahwa penanganan kasus dugaan korupsi PTSL desa Sidokepung terkesan berbelit belit dan menduga ada konflik kepentingan dalam proses penanganannya.

Berdasarkan keterangan dari pelapor H Elly Wahyuningtiyas SH MPsi yang diperoleh dari SP2HP yang dia terima pada 25/3/2025, bahwa Penyelidik/Penyidik sudah melakukan wawancara klarifikasi terhadap ES mantan kepala desa Sidokepung yang sekarang menjabat sebagai anggota DPRD kabupaten Sidoarjo. Masih berdasarkan SP2HP yang diterima pelapor, Penyelidik/Penyidik Tipidkor Polresta Sidoarjo akan mengagendakan pemeriksaan/klarifikasi dari pihak Badan Pertanahan Nasional kabupaten Sidoarjo.

ES anggota DPRD kabupaten Sidoarjo yang dilaporkan atas dugaan pungli, korupsi penggelapan dokumen dalam jabatan dan penyalagunaan wewenang dalam program PTSL tahun 2023, dimana pada saat itu yang bersangkutan masih menjabat sebagai Kepala Desa Sidokepung kecamatan Buduran.

Dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan dan Penyidikan (SP2HP) yang diterimanya, H Elly Wahyuningtiyas SH MPsi berharap adanya keadilan dan profesionalisme penyidik Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo dalam menangani kasus ini. Dia juga merasa kecewa dengan proses penanganan kasus ini yang terkesan mengaburkan perkara.

“Saya berharap penyidik profesional, hal ini saya selalu tegaskan karena agar harapan masyarakat untuk mencari keadilan tidak dipermainkan. Selain itu juga saya tidak ingin institusi yang saya cintai ini mendapat stigma negatif dari masyarakat karena ulah segelintir oknum.” harapnya.

“Sangat kecewa berat dengan penyidik Tipidkor an Eko Dodik sepertinya tidak profesional, contoh dengan SP2HP yang saya terima penyidik yang bersangkutan mencoba untuk membuat kabur masalah ini. Pada SP2HP yang saya terima 19 Januari 2025 menerangkan bahwa penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap BPN, kok sekarang mau periksa PBN lagi. Kita akan lebih giat untuk mengawal kasus ini. Saya akan menghadap Kapolda dalam waktu singkat.” lanjutnya.

H Elly Wahyuningtiyas SH MPsi juga menegaskan bahwa dirinya dan warga Sidokepung yang menjadi korban pungli dan penggelapan dokumen dalam jabatan serta penyalahgunaan wewenang oleh ES mantan kepala desa Sidokepung, akan terus mengawal kasus ini. Pihaknya juga akan melaporkan ke Bagwassidik Polda Jawa Timur terkait SP2HP yang diterimanya. Hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk memastikan bahwa proses penanganan kasus dugaan korupsi PTSL desa Sidokepung yang ditangani oleh Tipidkor Polresta Sidoarjo berjalan sesuai peraturan perundang undangan dan peraturan Kapolri no 6 tahun 2019 tentang penyidikan.

“Besok saya akan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan/Penyidikan (SP2HP) ini ke Bagwassidik Polda Jawa Timur. Hal itu saya lakukan sebagai bentuk komitmen saya untuk mengawal kasus ini dan agar supaya proses penanganan kasus ini berjalan sesuai KUHAP dan Perkap no 6 tahun 2019 .” tegasnya.

Meskipun sudah masuk tahun kedua kasus ini dilaporkan, selama waktu itu penyelidik/Penyidik masih melakukan klarifikasi terhadap pihak pihak terkait. Hal itu menyebabkan adanya persepsi negatif dari masyarakat. Pasalnya istilah undangan wawancara klarifikasi terhadap terlapor tidak diatur dalam KUHAP dan Perkap no 6 tahun 2019. Seperti pendapat Prof.DR Suhardi Cahaya SH MH MBA yang dikutip dari Tabloidskandal.com.
Pakar hukum pidana, Prof. DR Suhandi Cahaya, SH,MH, MBA, membenarkan bahwa Undangan Klarifikasi tidak diatur di dalam ketentuan KUHAP. Yang ada adalah panggilan untuk tersangka, saksi dan ahli terkait dengan sangkaan pelapor.

“Karena itu, secara hukum tidak dapat dibenarkan. Tindakan di luar hukum seperti itu, kalau boleh dikatakan, azas coba-coba saja. Dugaan saya, jika berhasil, akan muncul cruelty by order, atau pesanan tebang pilih. Dan sepertinya hal itu terjadi di seluruh negeri ini,” papar advokat senior yang juga dosen di beberapa perguruan tinggi.

Ditambahkan, adanya “permainan hukum” yang dilakukan oknum polisi terjadi pula di beberapa kasus yang pernah dibelanya. “Paling banyak ketika saya masih berkantor di Palembang. Juga terjadi di Surabaya, Bali, dan bahkan di Jakarta,” lanjut Prof. Suhandi Cahaya.

Menurut ahli hukum pidana ini, perkembangan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan masyarakat pencari keadilan. Dia mengistilahkan, “from bad become worse”, dari yang buruk ke yang paling jelek.

“Faktanya, memang seperti itu. That is absolutely correct (itu benar sekali red). Sebagai ilmuwan, saya sedih sekaligus prihatin atas kondisi hukum di negeri ini. Kecewa berat,” keluhnya.(NK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *