Daerah

Wakil Ketua DPRD Surabaya: Praktik Penahanan Ijazah Tidak Miliki Dasar Hukum Dalam UU Ketenagakerjaan

43
×

Wakil Ketua DPRD Surabaya: Praktik Penahanan Ijazah Tidak Miliki Dasar Hukum Dalam UU Ketenagakerjaan

Sebarkan artikel ini
Arif Fathoni, Wakil Ketua DPRD Surabaya. (suaraglobal.co.id)
Arif Fathoni, Wakil Ketua DPRD Surabaya. (suaraglobal.co.id)

Surabaya//suaraglobal.co.id – Polemik penahanan ijazah oleh perusahaan yang menyeret Wakil Wali (Wawali) Kota Surabaya Armuji ke ranah hukum ditanggapi Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni, Senin (14/4).

Politikus Fraksi Golongan Karya (Golkar) menyebutkan tindakan tersebut sebagai bentuk arogansi dan pelanggaran hukum yang tidak bisa ditoleransi.

Pihaknya menilai, praktik menahan ijazah oleh pemberi kerja merupakan pelanggaran serius terhadap hak dasar pekerja dan tidak boleh dibiarkan terus berlangsung.

“Ijazah SMA sederajat maupun ijazah perguruan tinggi atau apapun ijazah itu tidak boleh dijadikan obyek perjanjian hubungan industrial antara pemberi kerja dengan pencari kerja,” ungkap Fathoni dalam keterangannya.

Lebih lanjut Arif Fathoni mengatakan ijazah merupakan dokumen otentik menunjukkan seseorang telah menempuh pendidikan formal dan tidak seharusnya diperlakukan sebagai jaminan utang atau alat menekan dalam relasi kerja.

Ia juga berharap kasus ini menjadi momentum penting untuk mengakhiri praktik semacam ini di Kota Surabaya. Adapun penahanan ijazah bahkan setelah pekerja berhenti kerja sebagai bentuk kezaliman mengancam masa depan para pekerja.

“Terlepas kemudian ada tanggungan utang ketika perjanjian hubungan industrial terlaksana, ijazah tidak dijadikan objek fidusia atau jaminan, karena mengganggu atau membunuh masa depan para pekerjanya,” tutur Fathoni.

Dia mengkritik sikap pemilik perusahaan yang hanya menyampaikan permintaan maaf karena polemik muncul, bukan karena substansi pelanggaran.

“Saya tidak melihat permintaan maaf itu karena menahan ijazah warga Kota Surabaya yang sudah tidak terikat hubungan industrial dengan yag bersangkutan. Kedua, yang bersangkutan juga tidak meminta maaf karena tidak memuliakan penyelenggara negara yang hadir bertamu untuk melakukan proses tabayun, proses klarifikasi persoalan,” katanya.

Sikap tersebut, lanjutnya, sebagai bentuk arogansi dan mendesak agar tindakan tegas segera diambil. Fathoni menyebut tidak boleh ada pihak manapun di Surabaya yang merasa berada diatas hukum.

“Kita tidak boleh lagi di Surabaya ini orang merasa berdiri diatas regulasi, orang merasa diatas regulator,” ungkap dia.

Fathoni mendorong agar Disnaker Kota Surabaya dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jatim segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap praktik hubungan kerja.

“Kami harap untuk melakukan audit menyeluruh semua status hubungan industrial antara pemberi kerja dengan pencari kerja,” imbuhnya.

Praktik penahanan ijazah, Fathoni menekankan, tidak memiliki dasar hukum dalam UU (Undang-Undang) Ketenagakerjaan dan harus dihentikan sepenuhnya.

“Kasihan kalau kemudian orang sudah berhenti kerja di satu tempat tapi tidak bisa mencari kerja tempat lain karena syarat formil bersangkutan menempuh jenjang studi pendidikan tak dimiliki,” tandasnya. (vfz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *