Kediri//suaraglobal.co.id — Dugaan praktik pungutan liar (Pungli) di SMP Negeri 1 Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tengah menjadi sorotan publik. Sejumlah wali murid melaporkan adanya permintaan pembayaran sebesar Rp.300.000 untuk kegiatan purnawiyata, khususnya bagi siswa yang tidak mengikuti program tabungan wajib sekolah.
Namun, saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 1 Ngasem membantah adanya pungutan sebesar itu. Ia menyatakan bahwa biaya yang dibebankan kepada siswa hanya sebesar Rp. 70.000. Perbedaan keterangan ini menimbulkan kebingungan serta keresahan di kalangan siswa dan orang tua.
Masyarakat pun mendesak pihak sekolah untuk segera memberikan klarifikasi dan membuka informasi keuangan sekolah secara transparan. Mereka menilai, kejelasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana sangat penting guna menghindari kesalahpahaman serta menjaga kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.
Di sisi lain, Ketua DPC Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) Kediri, Endras David Sandri, menyampaikan bahwa lembaganya siap mendampingi masyarakat yang merasa dirugikan.
“Kami membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh oknum pendidik. LPK-RI Kediri siap memberikan pendampingan hukum dan advokasi sesuai amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” tegas Endras.
LPK-RI juga menegaskan bahwa pengaduan semacam ini menjadi peringatan serius bagi seluruh sekolah negeri agar tidak melakukan pungutan liar dengan dalih apa pun. Lembaga ini berkomitmen untuk tetap menjadi garda terdepan dalam membela hak-hak konsumen, termasuk dalam sektor pendidikan.
Dugaan pungli di SMPN 1 Ngasem menjadi cerminan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik keuangan sekolah. Masyarakat berharap kasus ini ditindaklanjuti secara adil dan transparan, termasuk oleh Aparat Penegak Hukum (APH) jika ditemukan unsur pelanggaran. Bersambung…
REPORTER : HERLAMBANG