Pendidikan

Peluncuran dan Bedah Buku Roro Hoyi Karya Joko Santosa: Antara Ruang Imaji dan Fakta

103
×

Peluncuran dan Bedah Buku Roro Hoyi Karya Joko Santosa: Antara Ruang Imaji dan Fakta

Sebarkan artikel ini

Yogyakarta ~ suaraglobal.co.id

Joko Santosa, bertempat di Balai Bahasa Provinsi Yogyakarta yang beralamat di Jalan. I Dewa Nyoman Oka No.34, Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Sabtu 21 Juni 2025 pukul 11.00 – 13.00 WIB – dengan apik menggelar kegiatan peluncuran dan bedah karya. Karya yang dibedah merupakan novel bertajuk “Roro Hoyi” perempuan yang dibangkitkan dalam ruang imaji dan fakta.

Acara ini dibuka secara langsung oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Yogyakarta Drs. Anang Santosa, M. Hum yang secara antusias dan berbangga mendorong gerakan para sastrawan dan seniman untuk terus berkarya demi memperkaya khasanah intelektualitas bangsa. Menurut Pak Anang, selaku kepala Balai Bahasa Yogyakarta, kegiatan semacam bedah buku dan peluncuran karya merupakan upaya strategis untuk memperkuat serta memperluas lahirnya karya sastra lokal Yogyakarta yang dapat ikut sumbangsih dalam perkembangan sastra nasional.

Usai sambutan, hadirin yang berjumlah 80 orang memperoleh sajian hiburan musik tiup tradisi dari Dr. Memet Ch Slamet dan pembacaan sinopsis novel Roro Hoyi oleh bapak Eko Winardi. Moderator Mba Evi Idawati kemudian mulai mengajak hadirin untuk masuk dalam kegiatan inti yaitu bedah novel itu sendiri.

Narasumber pada kegiatan bedah novel datang dari praktisi sekaligus intelektualitas yang mumpuni yaitu bapak Dr. Ratun Untoro, M. Hum seorang ahli bahasa yang bekerja di Balai Bahasa Yogyakarta, Bapak Dr. Nur Iswantara, M. Hum, dosen seni pertunjukan Institut Seni Indonesia, praktisi seni, jurnalis sekaligus sastrawan, serta pembahas ketiga adalah Bapak Prof. Dr. Suminto A. Sayuti yang merupakan guru besar Universitas Negeri Yogyakarta, sastrawan nasional sekaligus dosen dan ahli bahasa.

Dr. Ratun Untoro, M. Hum. secara mendalam mengkritisi bagaimana kegiatan seksualitas dalam novel Roro Hoyi mampu menjadi kunci penting penanda jatuhnya intrik dominasi patriarki tokoh lelaki dalam novel. Bagi Dr. Ratun, novel Roro Hoyi ini mampu menunjukan upaya perempuan dalam melakukan penaklukan serta memimpin laki-laki meski melalui refleksi atau jalan seksualitas. Roro Hoyi digambarkan sebagai wanita yang liar dan pemberani, menaklukan laki-laki dengan cara-cara diluar nalar kritis, termasuk menyerang libido dan mengiris kelaki-lakian siapapun yang ia inginkan.

Sedangkan Dr. Nur Iswantara, M. Hum melihat novel Roro Hoyi ini sebagai sebuah refleksi panjang yang berdasar pada imaji namun juga menyentuh batas-batas fakta yang logis. Kisah penindasan terhadap perempuan, eksploitasi, ketimpangan ekonomi, penindasan kaum lemah dalam masyarakat feodal, serta pemberontakan perempuan melawan takdirnya pada novel Roro Hoyi juga menjadi PR yang nyatanya masih muncul pada era sekarang.

Dr. Nur Iswantara secara kritis mencoba melihat bahwa Joko Santosa selaku pengkarya mampu menciptakan jembatan kisah yang melawan batas waktu dan masa. Novel Roro Hoyi karya Joko Santosa ini juga mendapatkan apresiasi intelektualitas dari guru besar sekaligus sastrawan nasional Prof. Dr. Suminto A. Sayuti yang juga menyepakati bahwa novel satu ini berupaya kontributif memecah keheningan sastra Indonesia dengan cerita berlatar budaya namun berisi pertanda fakta masa kini.

Bagi Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, Joko Santosa selaku pengkarya berhasil menyuguhkan Roro Hoyi sebagai camilan budaya yang dapat mempertahankan diri diantara gergaji jaman ke jaman. Jenis novel tokohan yang berorientasi pada tokoh central yaitu Roro Hoyi tetap layak dikonsumsi dan dinikmati sebagai realisme magis dan sejarah yang menarik.

Bedah buku yang berlangsung di Balai Bahasa Provinsi Yogyakarta itu dihadiri oleh tamu undangan, para sastrawan, penulis muda, praktisi seni, dosen dan khalayak umum. Dengan diadakannya bedah buku dan peluncuran buku semacam ini, menjadikan khasanah ruang intelektualitas semakin berkembang. Sekaligus dapat memberikan gambaran pada penulis baru serta khalayak luas untuk senantiasa siap duduk pada ruang kritis, tidak serta merta menelan pola pikir karya sastra secara mentah-mentah, tapi harus sebagai pembelajaran yang perlu dikritisi—selalu***

Evi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *