Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Kontroversi dan berbagai polemik yang terjadi di masyarakat terkait proses penjaringan dan penyaringan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan semakin ramai diperbincangkan baik di warung warung maupun di berbagai platform media sosial.
Pengungkapan dugaan suap jual beli jabatan Perangkat Desa di wilayah kecamatan Tulangan oleh Satreskrim Polresta Sidoarjo melalui operasi tangkap tangan pada 27/ 5/2025, yang akhirnya Penyidik Satreskrim Polresta Sidoarjo menetapkan dua Kepala Desa, Sudimoro dan Medalem kecamatan Tulangan sebagai tersangka bersama SY mantan Kepala Desa Banjarsari kecamatan Buduran.
Meskipun Penyidik Satreskrim Polresta Sidoarjo terus melakukan upaya pengembangan dalam penanganan kasus korupsi dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa di wilayah kecamatan, namun camat Tulangan telah memberikan rekomendasi persetujuan tentang hasil proses penjaringan dan penyaringan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan.
Sementara itu, menurut keterangan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) kabupaten Sidoarjo, Probo Agus Sunarno, untuk menerbitkan surat keputusan (SK) Kepala Desa tentang pengangkatan perangkat desa diperlukan persetujuan Bupati. “Iya, masih memerlukan persetujuan Bupati,” jawab Probo Agus Sunarno S,sos, MM.
Menjawab apakah persetujuan Bupati sudah dikantongi para kepala desa, Probo Agus Sunarno hanya menjawab singkat, ” Progres ” jawabnya singkat.
Di kesempatan yang berbeda, Ahli Hukum administrasi negara, Dr Jamil SH MHum yang juga dosen ilmu hukum universitas Bhayangkara Surabaya berpendapat bahwa, ada empat hal yang dapat dijadikan parameter tentang keabsahan Surat Keputusan (SK). Yang pertama terkait prosedur pembuatan surat keputusannya, yang kedua terkait kewenangan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan (SK), yang ketiga subtansial yang artinya surat keputusan sesuai dengan peraturan perundangan dan yang keempat sesuai asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
“Keabsahan Surat Keputusan diukur dari empat hal yaitu, prosedur pembuatan, wewenang pejabat yang mengeluarkan surat keputusan (SK), subtansi artinya surat keputusan dibuat dengan cara yang sesuai peraturan perundang undangan dan memenuhi asas umum pemerintahan yang baik (AUPB),” terangnya.
Doktor ahli hukum administrasi negara tersebut juga menegaskan bahwa dalam penerbitan surat keputusan (SK) tidak bisa digantungkan pada hal yang Predictable dan Futuristik sehingga dapat memunculkan hal yang belum pasti melainkan harus bersandar pada aturan yang berlaku dan setiap surat keputusan harus ada kepastian hukum.
“Dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) tidak bisa digantungkan pada hal yang Predictable dan Futuristik, tetapi harus bersandar pada aturan yang eksis (Aturan yang berlaku red ) dan harus ada kepastian hukum,” jelas dosen ilmu hukum universitas Bhayangkara Surabaya tersebut. (NK)