Kulon Progo/suaraglobal.co.id ~ Dhaksina Adikarta Festival, sebuah festival kesenian dan budaya lokal yang hadir bukan hanya sebagai tontonan, tetapi sebagai ruang perjumpaan antara tradisi dan generasi masa kini.
Acaranya telah berlangsung dan sukses.
Tetapi, gagasan dan cita – citanya, tentunya, tak boleh mandheg sampai disitu.
Festival yang diharapkan menjadi titik temu antara para seniman, pelaku ekonomi, komunitas, dan masyarakat luas, sekaligus menjadi wahana edukasi dan pelestarian budaya dalam kemasan yang segar dan relevan itu harus berlanjut untuk mewujudkan visi misi kegiatan sampai benar – benar mencapai tujuan yang di cita-citakan dan di perjuangkan.
Langkah – langkah kecilnya telah dimulai dengan di dirikannya “Sanggar Nimba Karsa” dan pembentukan Paguyuban Jathilan Kreasi Baru “Reksa Tanjung Adikarta”. Keduanya
beralamat di dusun Kriyan, Karangwuni, Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo.
Meski baru setahun dibuka sanggar ini telah mempunyai anggota lebih dari 100 murid. Terdiri atas kelompok usia anak – anak, remaja dan dewasa.
Sanggar yang dirintis dan di ketuai oleh Candra ini, bahkan menjadi penyangga utama dalam menggelar Dhaksina Adikarta Festival#1
Pada suaraglobal.co.id , pimpinan Sanggar Nimba Karsa mengatakan ;
“Latihannya setiap hari saptu dan Minggu sore.
Ya di tempat ini. Dulunya pondasi rumah yang dibongkar.
Saya manfaatkan untuk latihan, seperti panggung terbuka.
Disini kami berproses.
Hadir sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan kultural untuk menjaga agar kesenian lokal tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, tapi juga sumber inspirasi masa depan”, jelas Candra pimpinan Sanggar Nimba Karsa yang sekaligus menjadi Ketua Panitia Penyelenggara festival.
“Tahun ini, tema yang diangkat adalah ‘Tanah, Tubuh, dan Ingatan’, sebuah renungan kolektif tentang bagaimana identitas budaya tumbuh dari keseharian masyarakat, dari hubungan yang intim antara manusia, ruang hidupnya, dan warisan nilai yang terus digemakan dari generasi ke generasi”, lanjutnya.
Menarik. suaraglobal.co.id yang meliput festival lantas berkeliling melihat karya – karya yang dipamerkan.
Salah satu instalasi visual yang cukup menarik perhatian adalah instalasi visual karya Pono, berjudul : “Jaring”.
Karya ini faktual dan relevan dengan kondisi lingkungan. Dimana dusun Kriyan, Karangwuni, berada di daerah pesisir selatan, dekat Sungai Serang yang bermuara di Pantai Glagah.
Pemilihan idiom simbol sebuah jala atau jaring penangkap ikan itu tepat untuk menggambarkan bahwa masyarakat setempat banyak yang menjadi nelayan.
Jaring itu digantung pada sebuah pohon, didalamnya terdapat sejumlah benda, termasuk gambar pemandangan berbingkai. Ada sebuah jaring lain yang berukuran lebih kecil berisi sejumlah ikan yang terperangkap didalamnya.
Pada bidang bulat seperti sebuah logo tertera kalimat :
“Pagar Laut. Para Nelayan Susah Payah & Resah”. Nampak terpajang sejumlah sandal jepit yang digantung di reranting pohon.
Multi tafsir, tentunya. Tergantung siapa yang melihatnya.Tapi karya itu cukup mewakili identitas masyarakat pesisir.
Di sisi lain, lapak seni rupa ; menampak juga ada lukisan seorang petani menyunggi damen. Juga ada petani memanggul cangkul.
Setidaknya karya – karya itu mencerminkan kondisi masyarakat yang sebagian besar penduduknya adalah petani dan nelayan.
Kelihatannya hal yang kecil dan sepele. Tetapi sangat penting untuk membedakan festival seni budaya Pesisiran (kawasan selatan) dengan Festival Menoreh (kawasan Utara), Kulon Progo.
Belum lagi, kesenian asli daerah setempat yang di unggulkan.
Kultur budaya masyarakat pesisiran, dataran dan masyarakat pegunungan memang memiliki ciri khas masing – masing .
“Melalui pendekatan ini, Dhaksina Adikarta Festival tak hanya menghidupkan ruang secara fisik, tapi juga membangkitkan kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga relasi antara budaya, lingkungan, dan keberlanjutan hidup bersama” ungkap Candra menarasikan Dhaksina Adikarta Festival.
Begitu banyak hal – hal yang perlu di informasikan ke publik agar masyarakat bisa lebih banyak menerima manfaat dan punya kesiapan meningkatkan segala sesuatu untuk mengusung Dhaksina Adikarta#2
Sebuah inisiatif yang lahir dari desa, namun menyuarakan pesan yang relevan secara global.
Bersambung#6
Tulisan Tito Pangesthi Adji.