Uncategorized

Merti Dusun Padukuhan Donotirto 2025 Melestarikan Budaya Membawa Keluhuran Bangsa

28
×

Merti Dusun Padukuhan Donotirto 2025 Melestarikan Budaya Membawa Keluhuran Bangsa

Sebarkan artikel ini

Bantul // suaraglobal.co.id – Perhelatan Merti Dusun Padukuhan Donotirto 2025 dengan tema utama: Lestarining Budoyo Kinaryo Nggowo Kuncarining Bangsa. Diawali dengan Pembukaan Angsum Dahar Tahlilan dan Karawitan dari warga Dusun Padukuhan Donotirto (Sabtu, 19/72025). Hadir para pemuka agama, sesepuh–pinisepuh setempat bersama Lurah Bangunjiwo, H. Parja, S.T., M.Si., beserta para Pamong Desa dan perwakilan masyarakat dari 10 RT, di Padukuhan Donotirto.
Acara ini berlangsung dalamwaktunyang panjang, menjadi bagian penting yang memiliki makna simbolis sebagai wujud pelestarian budaya dan mempererat tali silaturahmi serta memohon berkah bagi seluruh warga. Demikian keterangan dari Ki Arya Pandhu ((Ahad, 20/7), selaku tokoh masyarakat sekaligus Pengelola Museum dan Galeri Keris SKM Yogyakarta yang berada di RT 09 Donotirto.
Merti dusun berlangsung selama sepekan mulai diramaikan dengan adanya Pasar Malam Rakyat yang terpusat di Lapangan Padukuhan Donotirto. Selain itu, ada juga pentas pertunjukan Jathilan Kudho Manunggal (Rabu, 25/7), Kethoprak Krido Manunggal (Kamis, 26/7), dan Kirab Budaya (Jum;at, 27/7) sebagai pamungkasnya. Menutup perhelatan panjang ini, pada malam harinya selepas Kirab Budaya keliling kampung yang mulai dari Lapangan Padukuhan Donotirto di siang harinya. Malamnya, diikuti oleh Pentas Wayang Kulit Purwa semalam suntuk oleh Ki Hadi Sutoyo yang membabar lakon Gareng Dadi Ratu dengan bintang tamu, Dimas Tejo.

Sendratari Dewi Sri: Simbol Kesatuan dan Harmonisasi
Salah satu penampil yang menarik perhatian pada Kirab Budaya yang diikuti oleh Sembilan Rukun Tetangga (RT) yang ada di wilayah Padukuhan Donotirto itu. Adalah tampilnya pertunjukan sendratari Dewi Sri bersama Pasukan Prajurit Bregada Satriya Abhipraya. Dewi Sri merupakan Dewi Kesuburan yang berperan penting dalam kehidupan agraris masyarakat Jawa. Sendratari ini, melekat erat sebagai Upacara Sedekah Bumi, sesuai dengan tema yang diusung. Di lengkapi sebuah persembahan untuk memohon berkah dan kelimpahan yang diwujudkan dalam bentuk tumpeng besar berujud gunungan yang berisi beraneka macam hasil bumi.
Di mana Dewi Sri menjadi simbol kesatuan dan harmonisasi antara manusia dan alam. Dia mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan menjaga keseimbangan ekosistem alam dan lingkungannya. Legenda yang telah menjadi bagian dari tradisi dan budaya agraris Indonesia itu, mengajarkan nilai-nilai penghormatan terhadap alam, serta pentingnya pertanian bagi kehidupan manusia. Sang Dewi begitu dipuja dan dihormati juga dirayakan melalui berbagai ritual, upacara, dan karya seni. Semua itu demi menjaga warisan budaya leluhur ini tetap hidup hingga kini.
Yang membuatnya berbeda dalam pentas sendratari kali ini. Sang Dewi Sri yang diperankan oleh Zallica Clara Alkhanza ini, selain menari, ia juga memainkan Wayang Dewi Sri sebagai personifikasi cerita yang dimainkan. Tak hanya itu, ia di kawal oleh Pasukan Bregada Satriya Abhipraya yang terdiri dari tiga puluh orang prajurit laki-laki yang menyandang lengkap dua buah bendera Panji (Pataka) dengan iringan irama suling, tambur, serta keris dan tombak. Serta di bagian belakangnya diikuti oleh dua puluh orang prajurit pasukan panah perempuan yang bersenjatakan anak panah beserta busurnya. Pasukan Bregada yang menamakan dirinya Satriya Abhipraya ini berasal dari wilayah Rukun Tetangga (RT) Donotirto 9 yang di komandoi langsung oleh Ketua RT. 09, Liliek Dwi Soekarno.

 

Pasukan Bregada Satriya Abhipraya, Istimewa.
Satriya adalah prajurit atau kesatria yang berwibawa dan gagah berani. Sedang Abhipraya diartikan sebagai sebuah keinginan atau harapan. “Dalam konteks spiritual, nama ini mencerminkan aspirasi yang tinggi, kerinduan untuk mencapai pengetahuan yang lebih dalam dan realisasi diri. Nama Abhipraya bukan hanya sekadar penanda identitas, melainkan juga manifestasi dari harapan dan impian pemiliknya. Kini, secara budaya Abhipraya dapat ditemukan dalam berbagai kebudayaan yang memiliki pengaruh bahasa Sansekerta,” papar Ketua SKM Yogyakarta, Ki Nurjianto.
Lebih lanjut menurut pria yang akrab dikenal dengan Gus Poleng itu. “Nama ini umum digunakan dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dan filosofi hidup yang mendalam. Abhipraya melambangkan keinginan untuk melakukan kebaikan dan memberi dampak positif pada lingkungan sekitar. Mengingat makna yang melekat dari nama tersebut, pilihan nama ini sering diartikan sebagai individu yang berkarakter kuat, memiliki tujuan hidup yang jelas, serta memiliki potensi untuk menjadi pemimpin dalam masyarakatnya.”
Sejalan dengan itu, seperti yang di utarakan oleh Liliek Dwi Soekarno, “Kami sengaja menampilkan format dan konsep yang berbeda dalam Kirab Budaya Merti Dusun Padukuhan Donotirto ini dengan menampilkan personifikasi sosok Sang Dewi Sri dan Kesatuan Bregada Prajurit Satriya Abhipraya. Selain menjadi ajang hiburan rakyat, kegiatan ini juga merupakan bentuk pelestarian budaya lokal yang sarat dengan pesan dan nilai tradisi dari kearifan lokal masyarakat Jawa dalam memaknai hakekat inti dari peristiwa perayaan Merti Dusun.”
Setelah sering berdiskusi bersama warga setempat. “Saya melihat ada potensi dan peluang untuk bekerja bersama dengan menggandeng SKM Yogyakarta untuk bisa merealisasikan maksud dan tujuan ini. Apalagi, bukan kebetulan jika kami berada dalam satu wilayah RT bersama dengan Sentra Para Pengrajin Melati Rinonce yang ada di wilayah kami,” ungkap Pak RT yang mengepalai 80-an kepala keluarga ini. Apalagi setelah melihat langsung di lapangan bahwa semangat kebersamaan serta ke gotong-royongan itu disambut sangat antusias oleh para warga dari Padukuhan Donotirto, dan sekitarnya yang ikut memadati area pertunjukan dan jalan yang dilalui Kirab Budaya.
“Sebagai bagian dari masyarakat, kami sebagai warga tentunya sangat mendukung dan senang bisa kembali diajak bekerjasama untuk ikut berpartisipasi dan membersamai kegiatan rutin masyarakat di Donotirto RT. 09, di mana Museum dan Galeri Keris SKM Yogyakarta kami berada. Dengan cara ini, kami sebagai Perkumpulan Pelestari Tosan Aji yang memiliki Sanggar, Galeri, Perpustakaan, Besalen dan Museum Keris juga dapat untuk menguatkan visi dan misi Desa Bangunjiwo dalam membingkai nilai-nilai tradisi untuk dapat menguatkan peran sebagai Desa Mandiri Budaya pendukung Keistimewan DIY,” pesan Ki Arya Pandhu, selaku Pengelola Museum dan Galeri Keris SKM Yogyakarta.
Pada kesempatan itu, Duta Seni Budaya dari RT. 09 yang dimotori oleh Liliek Dwi Soekarno itu. Berhasil meraih Juara II Pada Lomba Kirab Budaya Merti Dusun Padukuhan Donotirto 2025 yang berlangsung meriah. Dengan dihadiri berbagai unsur masyarakat dan pemerintahan, di antaranya Perwakilan Bupati Bantul, Dinas Kebudayaan –Kundha Kabudayan– Kabupaten Bantul, Penewu Kapanewon Kasihan, Muspika Kapanewon Kasihan, Lurah Kalurahan Bangunjiwo, Ketua Bamuskal, Dukuh Donotirto, Ketua RT se-Donotirto, serta Pendamping Kebudayaan Desa Mandiri Budaya Bangunjiwo, dan lainnya.
Pasukan Bregada Prajurit Satriya Abhipraya itu, menjadi istimewa karena lahir dari sebuah kolaborasi kolektif antara Paguyuban Pengrajin Melati Rinonce – Tunas Bakti dan Sanggar Keris Mataram (SKM) Yogyakarta yang kebetulan berada dalam satu wilayah yang sama di Donotirto 9, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Boleh jadi, tampilnya Pasukan Bregada Prajurit Satriya Abhipraya ini, kini menjadi satu-satunya Pasukan Bregada Prajurit yang dimiliki di wilayah setingkat RT, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hal ini sangat istiewa dan menjadi daya tarik kultural yang istimewa sekaligus melestarikan budaya membawa keluhuran bangsa. (nuris)
Penulis: Nur Iswantara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *