Artikel

Asal Mula Pemberian THR Setiap Jelang Hari Raya

20
×

Asal Mula Pemberian THR Setiap Jelang Hari Raya

Sebarkan artikel ini
{"remix_data":[],"remix_entry_point":"challenges","source_tags":["local"],"origin":"unknown","total_draw_time":0,"total_draw_actions":0,"layers_used":0,"brushes_used":0,"photos_added":0,"total_editor_actions":{},"tools_used":{},"is_sticker":false,"edited_since_last_sticker_save":false,"containsFTESticker":false}

Lamongan//suaraglobal.co.id
Seakan sudah menjadi tradisi di negara ini saat jelang hari raya, baik perusahaan, instansi maupun secara pribadi membagikan THR (Tunjangan Hari Raya) yang bertujuan untuk memberikan semangat dan mengeratkan silaturahmi antara atasan dan bawahan bahkan dengan rekanan bisnisnya.

Istilah Tunjangan Hari Raya lahir setelah terbentuknya Kabinet kedua pada tahun 1951, yaitu Kabinet Sukiman-Suwirjo.
Pada waktu itu namanya bukan Tunjangan Hari Raya, tapi Hadiah Lebaran.

Kabinet Sukiman-Suwirjo dibentuk oleh Sukiman Wirjosandjojo yang berasal dari partai Islam Masyumi, yang otomatis formatur kabinet ini banyak diisi oleh orang orang dari Masyumi meskipun partai pemerintah tetap dipegang oleh orang orang dari PNI.

Oleh karena hal itu maka sang Perdana Mentri mengeluarkan kebijakan untuk memberikan hadiah lebaran kepada para Pamong Praja (sekarang bisa disebut Pegawai Negeri Sipil) pada momen hari raya Islam (lebaran).

Besaran hadiah lebaran pada waktu itu bekisar 125 sampai 200 rupiah yang diberikan menjelang lebaran.
Anggaran uang tersebut diambil dari potongan gaji para Pamong Praja setiap bulannya.
Selain memberikan hadiah berupa uang, pemerintah juga memberikan tunjangan beras.

Setelah berjalan 2 kali lebaran tepatnya pada tahun 1952, kebijakan pemerintah tersebut diprotes oleh kaum buruh dengan melakukan demo dan pemogokan massal.

Para buruh menuntut keadilan pemerintah untuk memberikan Hadiah Lebaran juga kepada kaum pekerja seperti halnya tunjangan yang diberikan kepada para Pamong Praja.

Yang paling gencar dalam menyuarakan tuntutan tersebut adalah SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), organisasi sayap kiri Partai Komunis Indonesia (PKI).

Perjuangan kaum buruh baru ditanggapi oleh pemerintah 2 tahun kemudian yaitu tahun 1954, dimana Menteri Perburuhan S.M. Abidin menerbitkan Surat Edaran Menteri yang menghimbau setiap perusahaan untuk memberikan “Hadiah Lebaran” untuk pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah.

Karena hanya bersifat himbauan dalam Surat Edaran Menteri, masih banyak perusahaan perusahaan yang enggan memberikan hadiah lebaran kepada pekerjanya.
Oleh karena itu masih banyak kaum buruh yang melakukan demo terhadap pemerintah.

Karena aksi aksi demo kaum buruh menjadi ancaman jalannya pemerintahan, pada tahun 1961 Menteri Perburuhan Ahem Erningpraja mengeluarkan Peraturan Menteri yang mengatur hak buruh atas hadiah lebaran yang wajib diberikan oleh perusahaan kepada pekerja yang minimal sudah bekerja selama 3 bulan.

Pada tahun 1994, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan tentang Tunjangan Hari Raya. Pada masa inilah istilah THR mulai dikenal oleh masyarakat.

Pada tahun 2016 aturan pemberian THR direvisi melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Dalam aturan tersebut perusahaan wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah bekerja selama 1 bulan atau lebih secara terus menerus.
Besaran uang THR adalah satu kali upah dalam sebulan untuk pekerja yang telah bekerja selama 1 tahun.

Kebijakan pemberian THR terus mengalami perubahan hingga komposisi besaran pemberiannya seperti saat ini.

CW

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *