Uncategorized

Paduka Paduka Bertongkat Wasiat

62
×

Paduka Paduka Bertongkat Wasiat

Sebarkan artikel ini

Yogyakarta/ suaraglobal.co.id ~ Pembacaan Puisi berjudul : “Paduka Paduka Bertongkat Wasiat” , oleh Inung Mursalim dengan iringan biola ini, telah berlangsung beberapa waktu lalu, tepatnya pada acara Peluncuran Buku Antologi Puisi Tunggal karya Gregorius Usanta berjudul : ‘Kunang Kunang Berselendang Bianglala” , di selenggarakan di Pendapa nDalem Pakuningratan, Jl. Sompilan 12, Ngasem, Yogyakarta (7/7/2025)

Akan tetapi pesan yang terkandung didalam bait bait puisinya, tetap relevan dengan situasi politik dewasa ini.

Hari ini, 17 Agustus 2025, seluruh warga Negara Republik Indonesia merayakan HUT. Kemerdekaan yang Ke 80.
Berbagai kegiatan dilaksanakan untuk memeriahkannya. Tirakat, upacara, ziarah ke Makam Pahlawan, hingga pembagian hadiah bagi para pemenang berbagai lomba yang telah di selenggarakan sejak seminggu sebelumnya.

Yang tak kalah penting dari itu semua adalah memperingati HUT Kemerdekaan ini dengan mawas diri, instrospeksi.

Puisi karya Greg Usanta ini mengajak pembacanya untuk melihat , begitu banyak para pejabat yang melupakan janji janjinya sebelum menjadi pejabat. sindiran dan kritik bagi para pejabat yang melupakan janji – janjinya kepada rakyat sewaktu mencari dukungan dalam pemungutan suara.
Namun kemudian justru membuat masyarakat sedih dan pilu,
karena setelah jadi Pejabat mengingkari janji – janjinya itu.

Berikut salinan teks puisi tersebut :

“Paduka Paduka Pemegang Tongkat Wasiat”

(Karya Greg Usanta)

“Yang terhormat para mulia,
paduka paduka yang berkuasa,
bersama sama membakar sesaji,
untuk menguasai negeri ini,
paduka perancang gaun kehidupan,
dengan nama nama kesohor,
suka bermain hujan hujanan dan kotor,
berlagak selebritas kayak aktor

Untuk bisa menjadi paduka yang terhormat,
anjangsana
ke warga kampung yang melarat,
berbagi sembako angpo ke masyarakat,
yang modalnya dari konglomerat,
dengan beraneka jurus jurus silat,
melumpuhkan meninabobokan rakyat,
supaya takut kiamat sudah dekat,
padahal sebenarnya beliau beliaulah yang keparat,
slogan slogannya selalu dari dan untuk rakyat,
ujung ujungnya menyengsarakan warga masyarakat

Paduka pendekar pemegang tongkat,
yang di daerah dan yang di pusat,
berkacalah pada derita rakyat,
jangan kalau lagi butuh mendekat,
setelah tercapai langsung minggat,
dimainkannya tongkat wasiat,
dengan segala tipu muslihat,
berkhianat dengan segala hormat,
kepada paduka yang mengangkat,
untuk tetap terus bisa menjabat ”

(Yogyakarta, 2025)

Demikian Sang Penyair menuliskan puisinya.
Greg Usanta awalnya lebih dikenal sebagai penggiat teater dan film. Meskipun sebenarnya ia adalah penyair yang rajin mengumpulkan puisi puisinya yang disimpan secara khusus. Dalam kesempatan yang baik puisi puisinya mulai diterbitkan, dan “Kunang Kunang Berselendang Bianglala” merupakan salah satu serial antologi puisinya.

Pria kelahiran. Delanggu, Klaten, Jawa Tengah ini menyelesaikan kuliah di IKIP Sanata Dharma dan Akademi Seni Drama Dan Film (ASDRAFI) Yogyakarta (1990). Banyak terlibat pementasan teater, khususnya Teater Asdrafi Yogyakarta dan aktifitas dunia film sampai sekarang.

Apakah kritik sosial melalui karya puisi masih bisa mengemban harapan akan terjadinya sebuah perubahan ?

Sedangkan demo yang mengerahkan ribuan orang meneriakkan protes atas suatu kebijakan pemerintah saja belum tentu mencapai harapannya.

Tito Pangesthi Adji

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *