Yogyakarta //suaraglobal.co.id ~Ketika logika tak bisa lagi menjawab ; “mengapa bangsa Indonesia yang telah 80 tahun merdeka, tak kunjung berhasil membangun demokrasi dan menjadi dewasa?”, maka menempuh jalan spiritual menjadi pilihan yang diyakini akan menuntun segalanya. Tuhan Semesta Alam yang akan mengatur kehidupan.
Selama ini kita dihadapkan pada satu dilema. Di satu sisi, setiap warga negara punya hak bersuara atas nama kedaulatan. Turut menjalankan fungsi kontrol sosial politik mengawasi kebijakan pemerintah. Mengkritik penguasa yang melenceng dari tugasnya sebagai wakil rakyat dalam menjalankan pemerintahan.
Di sisi lain, merasa percuma dan sia – sia karena suara rakyat tak pernah di gubris oleh penguasa. Rakyat nyaris putus asa hidup dalam ketidak pastian hukum yang tebang pilih ; ‘tajam ke bawah, tumpul ke atas’.
Para penguasa bisa mempermainkan hukum untuk berlindung dari kepentingan pribadi dan mengamankan tindak kejahatannya.
Rakyat terbelah, mengikuti arus, demo terus – menerus, atau menjadi apatis. Hendak dibawa kemana arah demokrasi yang diperjuangkan oleh rakyat selama ini ?
Suara rakyat hanya bergema dijalanan oleh teriakan – teriakan para demonstran.
Kritik yang disampaikan dianggap ketidak taatan pada aturan dan dicap sebagai pembangkangan. Maka tersumbatlah jalur – jalur komunikasi yang mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan semakin lebar.
Titik kritis demokrasi adalah kebuntuan jalur komunikasi, yang setiap saat bisa meledak jika terjadi masalah yang menjadi pemicu kemarahan rakyat yang tak mampu lagi menahan diri untuk melakukan demonstrasi.
Statement para pejabat, yang sering melukai hati rakyat, bisa saja menjadi pemantik kobaran kemarahan itu.
Rakyat dan penguasa yang seharusnya bersatu, terbelah dan berhadapan dengan sikap berlawanan.
Tuntutan rakyat adalah keadilan.
Sementara, hukum dengan mudah dipermainkan oleh para penguasa.
Disitu akar masalahnya.
Dan ini merupakan ancaman demokrasi
***
Pertanyaan tentang kehancuran demokrasi versus kebangkitan spiritual di Indonesia, serta bagaimana alam semesta akan berpihak dan bekerja, menyentuh pada tema-tema filosofis dan spiritual yang kompleks.
Beberapa perspektif dapat dipertimbangkan :
~ Menjaga keseimbangan alam semesta. Banyak tradisi spiritual percaya bahwa ; alam semesta memiliki cara untuk menyeimbangkan dirinya sendiri.
Ketika ada ketidakseimbangan, seperti penindasan atau ketidakadilan, alam semesta dapat merespons dengan berbagai cara, termasuk melalui kesadaran kolektif manusia.
~ Bangkitnya kesadaran kolektif. Kebangkitan spiritual sering kali melibatkan peningkatan kesadaran kolektif, tentang nilai-nilai seperti empati, kasih sayang, dan keadilan.
Ketika lebih banyak orang menyadari pentingnya nilai-nilai ini, mereka dapat bekerja sama untuk menciptakan perubahan positif.
Memahami bahwa diatas kekuatan hukum yang dibuat oleh manusia, masih ada hukum lainnya. Lazimnya disebut :
Hukum Karma, Hukum Alam, Hukum Tuhan.
Dalam beberapa tradisi spiritual, ada konsep karma yang menyiratkan bahwa tindakan kita memiliki konsekuensi. Jika kita bertindak dengan cara yang tidak etis atau merugikan orang lain, kita mungkin akan mengalami konsekuensi negatif. Sebaliknya, tindakan baik dan bijaksana dapat membawa hasil positif.
Di Jawa kita mengenal ungkapan : “Ngundhuh Wohing Pakarti” Yang artinya : siapa menanam akan menuai buah yang sama dengan apa yang ditanamnya.
Memasrahkan segala persoalan kepada Tuhan Semesta Alam, dapat menjadi sebuah pengharapan akan terjadinya perubahan.
~ Setiap individu memiliki peran dalam membentuk masyarakat dan alam semesta di sekitarnya. Memilih untuk hidup dengan integritas, empati, dan kesadaran, individu dapat berkontribusi pada kebangkitan spiritual dan perbaikan masyarakat.
~ Dinamika kekuasaan, pertarungan antara kekuatan yang saling menentang, seperti kehancuran demokrasi dan kebangkitan spiritual, adalah bagian dari dinamika kehidupan.
Namun, sejarah menunjukkan bahwa gerakan sosial dan kesadaran kolektif dapat membawa perubahan signifikan.
~ Refleksi dan aksi, untuk memahami kemana alam semesta akan berpihak, penting untuk terus merefleksikan tindakan kita dan berusaha untuk hidup dengan cara yang lebih bijaksana dan penuh kasih.
Melalui aksi kolektif dan kesadaran spiritual, kita dapat berusaha untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan harmonis.
Dalam perspektif ini, alam semesta mungkin tidak berpihak pada satu kekuatan tertentu, tetapi lebih kepada bagaimana energi dan tindakan kolektif manusia membentuk realitas.
Dengan meningkatkan kesadaran spiritual dan bekerja sama untuk keadilan, kita dapat berusaha untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Penulis Tito Pangesthi Adji