Lamongan//suaraglobal.co.id –
Masyarakat Sedayulawas bersama Gen Patra (Gerakan Pemuda Nusantara) Cabang Brondong di bawah koordinator Andre Siswanto yang sudah menerima aduan masyarakat atas dampak yang diderita selama puluhan tahun dari PT. QL Hasil Laut.
Forkopimcam Brondong mengambil langkah proaktif dengan memfasilitasi mediasi antara warga Desa Sedayu Lawas dan pihak manajemen PT. QL Hasil Laut yang diwakili Karel Humas PT QL Hasil Laut, sebuah perusahaan pengolahan hasil laut yang berada di Dusun Wedung Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.
Mediasi ini diadakan sebagai respons terhadap keluhan warga terkait dampak sosial berupa bau yang menyengat serta pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah produksi perusahaan. Pertemuan penting ini berlangsung di Pendopo Kecamatan Brondong, pada hari Jumat 12 September 2025, dan dihadiri oleh berbagai elemen penting dari pemerintahan dan masyarakat.
Dalam forum mediasi tersebut, hadir Plt. Camat Brondong, Nurul Khumaidah S.H, M.H, sebagai fasilitator memimpin jalannya diskusi. Turut hadir pula Kapolsek Brondong, Iptu Zainudin, yang memastikan keamanan dan ketertiban selama mediasi berlangsung. Perwakilan dari Satpolairud Darma juga hadir untuk memberikan informasi terkait regulasi dan pengawasan lingkungan perairan. Selain itu, Danramil Brondong juga mengirimkan perwakilannya sebagai bentuk dukungan terhadap penyelesaian masalah ini. Kepala Desa Brondong, Heny Fikawati, dan Sekretaris Desa Brondong, Didin, juga turut hadir untuk memberikan informasi dan perspektif dari tingkat pemerintahan desa.
Warga Sedayu Lawas datang dengan semangat persatuan, membawa aspirasi dan keluhan mereka terkait dampak negatif yang mereka rasakan akibat limbah yang dihasilkan oleh PT. QL Hasil Laut. Mereka berharap agar mediasi ini dapat menghasilkan solusi yang konkret dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan yang telah lama mereka rasakan.
Perwakilan dari PT. QL Hasil Laut, Karel, yang bertindak sebagai humas perusahaan, memberikan penjelasan mengenai proses produksi dan pengelolaan limbah yang dilakukan oleh perusahaan. Ia mengakui bahwa dalam proses pengolahan ikan yang tidak layak jual menjadi makanan ternak, perusahaan menggunakan batu bara sebagai bahan bakar untuk pengeringan. Proses ini, menurutnya, menghasilkan bau yang tidak sedap yang dapat mengganggu kenyamanan warga sekitar.
Karel juga menyampaikan bahwa perusahaan telah berupaya untuk mengurangi dampak bau tersebut, namun hingga saat ini belum menemukan solusi yang efektif. “Kalau dari masyarakat ada solusi silahkan diutarakan, hingga saat ini perusahaan belum menemukan teknologi untuk menetralkan bau kami hanya mampu mengurangi'” ucap Karel.
Namun, pernyataan Karel tersebut mendapat tanggapan keras dari Rohman, seorang tokoh masyarakat Sedayu Lawas yang menjadi perwakilan warga dalam mediasi ini. Rohman menyayangkan sikap PT. QL Hasil Laut yang terkesan melempar tanggung jawab kepada masyarakat dalam mengatasi masalah limbah.
Ia mempertanyakan kemampuan perusahaan dalam mengelola limbah dengan baik dan mempertanyakan transparansi serta efektivitas penggunaan dana CSR sebesar 27 juta rupiah yang dinilai tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Rahman juga menekankan pentingnya memprioritaskan warga Sedayu Lawas sebagai tenaga kerja di PT. QL Hasil Laut. Ia juga meminta agar pemilik perusahaan dapat hadir dalam mediasi berikutnya untuk membahas dampak jangka panjang limbah terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Kepala Desa Sedayu Lawas memberikan klarifikasi terkait penggunaan dana CSR sebesar 27 juta rupiah yang diberikan oleh PT. QL Hasil Laut. Ia menjelaskan bahwa dana tersebut telah dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur desa seperti gapura dan papan nama RT.
Ia juga menegaskan bahwa penggunaan dana tersebut telah dilaporkan secara rutin setiap tahun dan tidak ada kompensasi khusus yang diberikan kepada warga terkait dampak bau limbah.
Warga yang hadir dalam mediasi tersebut meminta bukti rincian penggunaan dana CSR sebesar 27 juta rupiah dari kepala desa. Mereka juga menyatakan bahwa mereka lebih baik tidak menerima dana CSR jika tidak ada kompensasi yang diberikan terkait dampak bau limbah yang mereka rasakan setiap hari.
Camat Brondong, Nurul Khumaidah, yang bertindak sebagai mediator dalam pertemuan ini, berharap agar mediasi ini dapat menjadi titik terang bagi penyelesaian masalah limbah yang meresahkan warga Sedayu Lawas. Ia menekankan pentingnya dialog yang konstruktif dan kerjasama yang baik antara semua pihak terkait untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.
Mediasi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal yang positif dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah PT. QL Hasil Laut.
Warga Sedayulawas menyayangkan karena yang diharapkan hadir dari PT QL Hasil Laur adalah Owner bukan Humas yang dirasa tidak akan bisa mengambil kebijakan, sehingga warga meminta untuk kembali dijadwalkan mediasi paling lambat seminggu lagi.
Semua pihak sepakat untuk melanjutkan dialog dan mencari solusi yang terbaik bagi kepentingan bersama.
Camatpun bersedia untuk turun ke lapangan mengontrol kondisi TKP dan berdialog langsung dengan warga Sedayulawas, dengan harapan agar terjadi titik temu antara aspirasi masyarakat terdampak dengan kebijakan perusahaan, sehingga terjalin simbiosis mutualisme dari kedua belah pihak. CW