Opini

Drama Politik Elit Bukti Pragmatisme Pemerintahan Subandi Mimik

157
×

Drama Politik Elit Bukti Pragmatisme Pemerintahan Subandi Mimik

Sebarkan artikel ini

Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Gonjang ganjing di berbagai pemberitaan media maupun tanggapan netizen di media sosial serta obrolan masyarakat di warung kopi sampai di tingkat desa tentang perselisihan dan konflik antar elite pemerintahan di Kabupaten Sidoarjo ramai diperbincangkan.

Ramainya perseteruan antar elite pemerintahan di Kabupaten Sidoarjo antara Bupati dengan DPRD kabupaten Sidoarjo pada proses Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Sidoarjo Tahun 2024 dan perubahan APBD Tahun 2025. Dan juga yang memanasnya hubungan antara Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo terkait proses mutasi pejabat di lingkungan pemerintah kabupaten Sidoarjo tanggal 17 September 2025 lalu serta beberapa kejadian perseteruan antara keduanya di beberapa waktu yang lalu juga pernah terjadi.

Konflik antara keduanya memuncak setelah adanya pernyataan Wakil Bupati Sidoarjo yang berniat akan melaporkan Bupati Sidoarjo ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia serta menggugat ke PTUN dengan tuduhan adanya kesalahan mekanisme dalam proses mutasi tersebut.

Namun ada perbedaan keterangan yang disampaikan keduanya kepada awak media. Dimana Wakil Bupati menyatakan adanya kesalahan mekanisme dalam proses mutasi dimaksud, juga adanya perbedaan jumlah personil yang akan dilantik sebanyak 31 orang pejabat sebagaimana ditetapkan dalam rapat yang diikutinya bersama Bupati dan Tim Penilai Kinerja (TPK) berubah menjadi 61 orang pejabat pada saat dilantik tanggal 17 September 2025 lalu. Dan Bupati juga dianggapnya sebagai orang yang tidak punya komitmen untuk menjalankan pemerintahan yang bersih dari korupsi.

Di sisi lain Bupati hanya menyatakan bahwa pelantikan pejabat dimaksud telah sesuai dengan ketentuan dalam peraturan yang ada dan sudah mendapat ijin dari BKN maupun Depdagri, tanpa menjawab dan mengklarifikasi tentang apa isi dan substansi yang dipersoalkan wakil Bupati. Disamping itu Bupati menegaskan bahwa tidak perlu adanya rekonsiliasi antara Bupati dan wakil bupati karena pada dasarnya tidak ada masalah apa-apa dan hubungan antara keduanya baik-baik saja dan tidak ada masalah apa-apa.

Menanggapi polemik perseteruan antara kedua pimpinan daerah tersebut, Kasmuin Direktur Center for Participatory Development (CePAD) Indonesia turut angkat bicara. Pasalnya kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan di Kabupaten Sidoarjo, yang selanjutnya akan bermuara pada terhambatnya penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, serta terganggunya pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.

Kasmuin Direktur Center For Participatory Development (CePAD) Indonesia

“Serapan anggaran dalam APBD sampai bulan September ini masih sekitar 41%, belum jelasnya konsep perencanaan program dan kegiatan pelaksanaan visi-misi dan program-program prioritasnya seperti konsep pemberantasan korupsi, jihad kali bersih, janji politik Bupati untuk membangun Desa menata Kota dari Wakil Bupati, dan lain-lain. Kondisi ini menggambarkan lemahnya implementasi program-program pembangunan yang ada”, terang salah satu aktivis senior Sidoarjo tersebut.

Kasmuin juga menegaskan bahwa kondisi saat ini mengkhawatirkan sekaligus memprihatinkan.

“Kondisi seperti ini sangat dikhawatirkan akan menjadi penghambat dalam kinerja pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat.
Dan yang memprihatinkan adalah konflik antar elite, antara Bupati dengan Wakil Bupati, antara Bupati dengan anggota DPRD, bahkan terindikasi telah merembet ke pejabat-pejabat birokrasi pemerintah kabupaten yang terkontaminasi politik, yang ikut berperan dalam konflik-konflik elite politik tersebut, menjadi tontonan yang sangat tabu di tengah masyarakat karena menjadi bahasan secara luas dan terbuka”, tambahnya.

Perseteruan elit Sidoarjo ini bak menjadi tontonan penuh kepura-puraan dan terkesan hanya masalah pragmatisme kekuasaan. Dan bukan semata mata untuk kepentingan masyarakat Sidoarjo.

“Beberapa orang menyebut sebagai “ludruk main awan” (Sandiwara di siang hari red) tersebut sangat potensial akan memunculkan kondisi semakin menurunnya kepercayaan Publik (public trust) kepada Bupati, Wakil Bupati, pejabat Pemkab, serta anggota DPRD”. Pungkasnya. (NK)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *