Uncategorized

Pranoto Mongso Kearifan Lokal yang Masih Dihormati di Gunungkidul

19
×

Pranoto Mongso Kearifan Lokal yang Masih Dihormati di Gunungkidul

Sebarkan artikel ini

Gunungkidul//suaraglobal.co.id/ Masyarakat Gunungkidul, Yogyakarta, masih memegang erat kearifan lokal Pranoto Mongso, sebuah sistem penanggalan pertanian Jawa yang telah digunakan selama berabad-abad. Pranoto Mongso membantu petani menentukan waktu yang tepat untuk menanam, merawat, dan memanen tanaman berdasarkan pergerakan matahari dan perubahan alam.

*Mengenal Pranoto Mongso*

Pranoto Mongso adalah sistem penanggalan yang disusun berdasarkan peredaran matahari dan memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya. Sistem ini membagi tahun menjadi 12 musim dengan karakteristik cuaca dan fenomena alam yang berbeda-beda. Dengan memahami Pranoto Mongso, petani dapat mengantisipasi bencana alam seperti banjir atau kekeringan dan mengoptimalkan hasil panen.

*Penerapan Pranoto Mongso di Gunungkidul*

Di Gunungkidul, Pranoto Mongso masih digunakan sebagai pedoman pertanian, terutama di lahan tadah hujan yang mengandalkan air hujan untuk pertanian. Petani setempat menggunakan pengetahuan tentang perubahan alam dan cuaca untuk menentukan waktu tanam dan panen yang tepat.

*Manfaat Pranoto Mongso*

Pranoto Mongso memberikan banyak manfaat bagi petani, antara lain:Membantu petani menentukan waktu tanam, panen, dan perawatan tanaman yang tepat.
Membantu petani mengantisipasi bencana alam seperti banjir atau kekeringan.
Pranoto Mongso merupakan warisan budaya yang sangat berharga dan perlu dilestarikan.

*Mengenal 12 Mangsa dalam Pranoto Mongso*

1. *Mangsa Kasa*: 22 Juni – 1 Agustus (41 hari), masa kemarau dengan angin timur laut.
2. *Mangsa Karo*: 2 Agustus – 24 Agustus (23 hari), masa kemarau dengan angin utara.
3. *Mangsa Katiga*: 25 Agustus – 17 September (24 hari), masa kemarau dengan angin timur laut.
4. *Mangsa Kapat*: 18 September – 12 Oktober (25 hari), masa peralihan dari kemarau ke penghujan.
5. *Mangsa Kalima*: 13 Oktober – 8 November (27 hari), masa penghujan dengan angin barat laut.
6. *Mangsa Kanem*: 9 November – 21 Desember (43 hari), masa penghujan dengan angin barat laut.
7. *Mangsa Kapitu*: 22 Desember – 2 Februari (43 hari), masa banyak hujan dengan angin kencang.
8. *Mangsa Kawolu*: 3 Februari – 28 Februari (26 hari), masa jarang hujan dengan angin barat daya.
9. *Mangsa Kasanga*: 1 Maret – 25 Maret (25 hari), masa jarang hujan dengan angin selatan.
10. *Mangsa Kasadasa*: 26 Maret – 18 April (24 hari), masa peralihan dari penghujan ke kemarau.
11. *Mangsa Dhesta*: 19 April – 11 Mei (23 hari), masa panen raya.
12. *Mangsa Sadha*: 12 Mei – 21 Juni (41 hari), masa kemarau dengan angin timur laut.

Pranoto Mongso masih digunakan oleh banyak petani di Indonesia, terutama di wilayah Gunungkidul, sebagai patokan untuk menentukan waktu tanam, panen, dan perawatan tanaman. Sistem ini berdasarkan pada pengamatan alam dan perubahan musim yang terjadi secara alami.

Tanda-tanda alam yang digunakan dalam Pranoto Mongso antara biasa bervariasi antara lain
Suara burung tertentu dapat menandakan perubahan musim atau waktu tanam.
Munculnya binatang tertentu, seperti cacing tanah atau kupu-kupu, dapat menandakan perubahan musim.
Tanaman merambat tertentu dapat menandakan perubahan musim atau waktu tanam.Perubahan pada pohon-pohon, seperti perubahan warna daun atau bunga, dapat menandakan perubahan musim.
Tanda-tanda alam yang lain yang bisa digunakan.

Dengan memahami dan menerapkan Pranoto Mongso, petani di Gunungkidul dapat meningkatkan hasil panen dan mengurangi risiko bencana alam. Kearifan lokal ini tetap relevan dan penting dalam menghadapi perubahan iklim dan tantangan pertanian modern.

(Ss)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *