Daerah

Perseteruan PKL Serta Pemerintah Banyuwangi Memanas Satpol PP Layangkan Surat Peringatan Pembongkaran

45
×

Perseteruan PKL Serta Pemerintah Banyuwangi Memanas Satpol PP Layangkan Surat Peringatan Pembongkaran

Sebarkan artikel ini

Banyuwangi//suaraglobal.co.id – Perseteruan antara para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sepanjang sepadan sungai saluran Kerambyangan, tepatnya di Jl. Widuri, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, dengan pihak Pemerintah Kabupaten Banyuwangi kian memanas.

Para PKL yang didampingi oleh ormas Garuda Sakti Bersatu (GardaSatu) menolak kebijakan pembongkaran lapak yang dianggap mengancam mata pencaharian mereka.
Puncaknya, pada 1 Oktober 2025, Satpol PP Banyuwangi secara resmi melayangkan surat peringatan nomor 300/4829/429.119/2025 yang berisi perintah kepada PKL untuk melakukan pembongkaran mandiri, dengan waktu 1 x 24 jam.

Para pedagang yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas berdagang di lokasi tersebut merasa kebijakan itu akan merampas sumber penghidupan mereka.

“Satu-satunya penghasilan keluarga kami kami dapat dari berjualan di sini, Mas. Kalau benar disuruh bongkar dan dilarang jualan di sini, terus kami mau makan apa?” ujar salah satu PKL yang enggan disebutkan namanya saat ditemui awak media.

Sementara itu, Wakil ketua Ormas Garda Satu, andri menegaskan, pihaknya akan terus memperjuangkan nasib para PKL dengan berbagai cara apabila pemerintah tidak segera memberikan solusi yang adil.

“Kami akan terus berusaha dengan menempuh cara apa pun untuk membela para PKL jika pihak pemerintah tidak bisa memberikan solusi yang baik,” tegas Andry.

“Karena jelas diatur dalam undang-undang tentang kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat,” imbuhnya dengan nada keras.

Tuntutan para PKL dan ormas Garda Satu merujuk pada sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur hak masyarakat atas kesejahteraan sosial dan penghidupan yang layak, di antaranya:

• Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
• Pasal 27 ayat (2):
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
• Pasal 28C ayat (1):
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”

• Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
• Pasal 1 ayat (1):
“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.”

• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
• Pasal 7 ayat (1):
“Pemerintah dan pemerintah daerah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan, kesempatan berusaha, promosi dagang, dan dukungan kelembagaan.”

Dengan dasar hukum tersebut, pihak ormas dan para pedagang mendesak agar pemerintah tidak hanya melakukan penertiban, tetapi juga memberikan solusi yang manusiawi seperti relokasi, penyediaan tempat usaha baru, atau pendampingan agar mereka tetap dapat menjalankan aktivitas ekonomi tanpa melanggar aturan tata ruang.

Namun hingga brita ini ditayangkan, awak media kami masih belum bisa mendapatkan keterangan resmi dari pihak satpol pp, dan dinas terkait.(Bunarwi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *