Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Skandal dugaan korupsi tata kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Glagaharum Kecamatan Porong sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo pada Jum’at 10/10/2025. Setelah viral nya dugaan skandal korupsi dalam tata kelola keuangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Glagaharum, pihak kecamatan maupun dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) kabupaten Sidoarjo langsung melakukan monitoring terhadap tata kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Glagaharum. Selasa 14/10/2025 Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa DPMD kabupaten Sidoarjo didampingi kasi perekonomian Kecamatan Porong melakukan monitoring ke lokasi usaha BUMDes di Desa Glagaharum Kecamatan Porong. Probo Agus Sunarno, S.Sos., MM, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) kabupaten Sidoarjo membenarkan adanya monitoring terhadap tata kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Glagaharum. Menurutnya monitoring tersebut dalam rangka menindaklanjuti laporan dari Camat Porong terkait tata kelola BUMDes Glagaharum.
“Benar hari ini tim kami dari bidang penataan melakukan monitoring ke Desa Glagaharum terkait tata kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk menindaklanjuti laporan dari Camat Porong “, ujar Probo Agus Sunarno saat di temui dikantornya pada Selasa sore 14/10/2025.
Lebih lanjut Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) kabupaten Sidoarjo tersebut menegaskan bahwa monitoring ke BUMDes Glagaharum untuk mengetahui secara langsung tata kelola Badan Usaha Milik Desa Glagaharum tersebut, agar kita bisa memastikan kekurangan kekurangan apa dalam pelaksanaan tata kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Glagaharum.
“Monitoring ini untuk mengetahui kekurangan apa terkait tata kelola Badan Usaha Milik Desa BUMDes Glagaharum sehingga kita dapat melakukan arahan dan pembinaan”, tegasnya.
Probo Agus Sunarno juga tahu kalau kasus ini sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo namun Dia menekankan bahwa monitoring ini untuk memitigasi kelemahan tata kelola BUMDes dan tidak masuk ke ranah kewenangan Aparat Penegak Hukum.
” Kami sudah mendengar kalau kasus ini sudah dilaporkan ke APH, sekali lagi Saya katakan bahwa monitoring ini untuk mengetahui lebih dalam bagaimana tata kelola Badan Usaha Milik Desa BUMDes Glagaharum dan tidak masuk ke ranah kewenangan inspektorat maupun kewenangan APH”, tambahnya.
Sementara itu Ahmad Jawib salah satu warga yang turut melaporkan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Glagaharum menyampaikan bahwa tata kelola Badan Usaha Milik Desa BUMDes Glagaharum ini sudah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tidak adanya perangkat organisasi yang bernama musyawarah desa sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi adalah bentuk pelanggaran hukum.

“Sejak awal pendirian BUMDes ini tidak ada perangkat organisasi musyawarah desa sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan strategis sebagaimana diatur dalam pasal 15 peraturan pemerintah no 11 tahun 2021 tentang BUMDes/BUMDesMa. Sedangkan menurut pasal 14 menyatakan bahwa organisasi BUMDes/BUMDes bersama terpisah dari Pemerintah Desa”, jelas Ahmad Jawib.
Lebih lanjut Ahmad Jawib juga menerangkan bahwa indikator dugaan pelanggaran hukum terkait tata kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Glagaharum cukup banyak. Selain tidak adanya perangkat organisasi musyawarah Desa BUMDes Glagaharum otomatis tidak pernah melakukan laporan tahunan ke musyawarah Desa dan juga tidak pernah mempublikasikan hasil musyawarah desa (dalam agenda laporan tahunan pelaksana operasional BUMDes red) lewat media massa dan atau media informasi publik yang mudah diakses oleh masyarakat.
“Karena tidak ada perangkat organisasi musyawarah desa maka pelaksanaan operasional BUMDes tidak pernah menyampaikan laporan tahunan tentunya dengan tidak ada laporan tahunan tersebut otomatis masyarakat desa tidak pernah mendapatkan informasi tentang laporan tahunan yang memuat hal sebagaimana diatur dalam pasal 59 PP no 11 tahun 2021” terang Ahmad Jawib.
Ahmad Jawib juga menyoal tentang jenis usaha yang dilakukan pelaksana operasional BUMDes Glagaharum, yang hanya punya usaha menyewakan stand, padahal perlu diketahui stand yang disewakan oleh BUMDes Glagaharum adalah bangunan yang telah dibangun oleh pemerintah Desa Glagaharum pada tahun 2023 dengan alokasi anggaran Rp 593.000.000, sehingga apabila BUMDes menyewakan stand tersebut maka BUMDes juga wajib membayar sewa ke pemerintah Desa Glagaharum. Sebab Pemerintah Desa tidak boleh memberikan penyertaan modal berupa tanah dan bangunan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 2 Peraturan Pemerintah no 11 tahun 2021 tentang BUMDes/ BUMDes bersama.
“BUMDes seharusnya membayar sewa aset tanah dan stand yang mereka kelola ke pemerintah Desa Glagaharum, sebab aset tanah dan bangunan tersebut telah dibangun oleh pemerintah Desa Glagaharum pada tahun 2023 dengan anggaran Rp 593.000.000, sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 2 Peraturan Pemerintah no 11 tahun 2021 tentang BUMDes ” tambahnya.
Amburadulnya serta banyaknya pelanggaran terhadap peraturan pemerintah no 11 tahun 2021 dalam tata kelola keuangan Badan Usaha Milik Desa BUMDes Glagaharum Kecamatan Porong tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara. Untuk itu warga desa Glagaharum Kecamatan Porong meminta Kejaksaan Negeri Sidoarjo segera menindaklanjuti laporan masyarakat desa Glagaharum terkait dugaan korupsi dalam tata kelola keuangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Glagaharum. (NK)