Surabaya//suaraglobal.co.id Koordinator Divisi Advokasi KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir mengungkapkan, pihaknya datang ke Polrestabes Surabaya karena ada laporan penangkapan 25 demonstran.
Sebelumnya, sebanyak 25 demonstran yang menolak UU TNI di di depan Gedung Grahadi Surabaya, diamankan Polrestabes Surabaya.
15 Polisi dikabarkan luka-luka akibat unjuk rasa yang dimulai siang hingga malam itu.
“Dari puluhan orang sudah terpantau dua di antaranya adalah mahasiswa. Ada Slk, satunya Rvl anak Fisip Unair jurusan Sosiologi. Sedangkan yang lain belum diketahui,” ujar Fatkhul Khoir, Senin (24/3/2025) malam.
“Identitas lainnya masih dalam proses pengecekan. Kami memastikan bahwa ke-25 demonstran dapat didampingi oleh KontraS, asalkan memberikan kuasa,” imbuh Fatkhul.
Sementara, Kasie Humas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanty Nainggolan mengatakan bahwa ada 15 polisi mengalami luka-luka karena kerusuhan.
Rinciannya satu anggota dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak, satu anggota Krimsus, Reskrim, dan 12 personel Dalmas Polrestabes Surabaya.
“Ada satu Polisi sampai sekarang menjalani opname di Rumah Sakit Bhayangkara karena menderita luka kepala akibat diinjak-injak di depan Grahadi,” ucapnya.
Ratusan massa yang menamakan diri Warga Surabaya Front Anti Militer menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jawa Timur.
Aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-Undang TNI yang baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Para demonstran mengenakan kaos hitam dan membawa delapan tuntutan utama. Tuntutan tersebut antara lain penolakan fungsi TNI dalam ranah sipil.
Penolakan fungsi TNI di luar operasi militer (terutama di ranah siber), revisi Undang-Undang Peradilan Militer, dan pengembalian TNI ke barak serta pencopotan TNI dari jabatan-jabatan sipil.
Para demonstran menilai pengesahan UU TNI yang baru akan melemahkan supremasi sipil di Indonesia. Aksi unjuk rasa diwarnai dengan pembakaran ban di depan barikade kawat berduri yang telah disiapkan aparat keamanan di depan Gedung Negara Grahadi.
Aksi teatrikal yang menggambarkan penolakan terhadap militerisasi juga ditampilkan oleh para demonstran.
Juru bicara (jubir) aksi, Jaya menyampaikan, pernyataan sikap yang menegaskan penolakan terhadap poin-poin tambahan dalam UU TNI yang dianggap berpotensi mengancam demokrasi dan supremasi hukum.
“Kami ada delapan poin tuntutan, dan poin-poin ini tentunya akan melemahkan supremasi sipil,” tegas pria yang akrab disapa Jay ini.
Aparat keamanan tampak bersiaga mengawasi jalannya demonstrasi untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. (Syaiful)