Yogyakarta // suaraglobal.co.id ~
Bagian pertama
“Dialog Antigone” di pentaskan 2 malam berturut – turut [ 21 – 22 September 2025, di Auditorium RENDRA, Fakultas Jurusan Teater ISI Yogyakarta].
Lembaga Teater Perempuan MAS (Miliki Aku Seutuhnya), pimpinan Prof. Dr. Yudi Aryani MA yang pada pementasan ini bertindak sebagai Sutradara, menawarkan sebuah konsep penggabungan antar disiplin seni; teater, tari, musik, scene dan teknologi digital pada pementasan teater Intermedial.
Hal yang menarik adalah pilihan mempergunakan teknologi digital untuk menampilkan screen mapping project pada bidang panggung, tentu bakal menghadirkan pementasan yang berbeda dari pemanggungan biasa.
Untuk memanfatan teknologi sebagai penunjang karya cipta dalam pementasan teater, dihadapkan pada tingkat kesulitan cukup tinggi, terutama dalam mengatasi berbagai tantangan teknis agar tampilan mapping project dan visual lainnya tidak terkesan tempelan. Akan tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh, menjadikan jalinan seluruh aspek bisa saling menguatkan dengan bentuk dan bahasanya masing – masing.
Naskah drama “Antigone” karya Jean Anouilh adalah adaptasi modern dari tragedi kuno Sophocles dengan tema utama perlawanan terhadap penindasan.
• Sinopsis :
“Antigone” menceritakan kisah Antigone, putri Oedipus dan Jocasta, yang berani menentang perintah Raja Creon untuk tidak menguburkan jenazah saudaranya, Polynices. Antigone yakin bahwa dia harus menguburkan Polynices dengan layak, meskipun dia tahu bahwa tindakannya tersebut akan berakibat fatal.
• Karakter
~ Antigone , Tokoh utama yang berani menentang kekuasaan Creon dan memperjuangkan apa yang dia yakini benar.
~ Creon : Raja Thebes yang pragmatis dan berusaha menjaga ketertiban di negaranya.
~ Haemon , Putra Creon yang mencintai Antigone dan berusaha membujuk ayahnya untuk tidak menghukum mati Antigone.
• Tema
Perlawanan terhadap penindasan. Antigone menjadi simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang semena-mena.
• Moralitas dan integritas, Antigone memperjuangkan apa yang dia yakini benar, meskipun harus mengorbankan nyawanya.
• Konflik antara idealisme dan pragmatisme
Antigone dan Creon memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana menjalankan kekuasaan dan membuat keputusan.
Mengapa kemudian Prof. Dr. Yudi Aryani MA, yang menterjemahkan naskah klasik “Antigone” itu, kemudian menambahkan menjadi “Dialog Antigone” ?
[Telah banyak tulisan Guru Besar Teater yang tengah melakukan penelitian itu ; tentang teater intermedial, Dialog Antigone untuk memperluas kinerja antar disiplin seni, teater, tari, musik, scene, dan teknologi digital, yang di posting melalui akun FBnya]
Dalam sebuah kesempatan saya pernah nonton proses latihan Dialog Antigone dan ngobrol tentang konsep kreatifnya.[auditorium Rendra, ISI Yogyakarta, 12/9/2025]
Saya nonton pementasan pada hari pertama [21/9/2025]
dan membuat catatan tentang apa yang terlihat, apa yang terbaca dalam pementasan itu.
Saya ingin mengulasnya, dengan titik tolak dari istilah “mise en scene”.
Istilah itu dipopulerkan oleh kritikus film dari Cahiers du cinema, mengenai produksi teater.
Mise en scene memiliki arti pengaturan aktor dan pemandangan di atas panggung untuk produksi teater dan film. [Merriam – Webster]
Yang lebih simple, menurut Studiobender :
“penempatan di panggung”,
cakupannya meliputi :
setting, properti, shot composition, aktor, blocking, kostum dan lighting.
Penggabungan berbagai aspek tersebut memiliki peran naratif dan visual.
Oleh karenanya, pemutaran film maupun pertunjukan teater bukan hanya dapat dilihat, akan tetapi juga bisa dibaca.
[Bagian pertama, bersambung]
Penulis Tito Pangesthi Adji