Uncategorized

Dugaan Skandal Asmara Oknum Perangkat Desa OS dan SPS Kembali Mencuat

189
×

Dugaan Skandal Asmara Oknum Perangkat Desa OS dan SPS Kembali Mencuat

Sebarkan artikel ini

Jombang // suaraglobal.co.id — Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin yang sakral, dibangun di atas pondasi cinta, kejujuran, dan kesetiaan. Dalam pandangan hukum, agama, maupun sosial, pengkhianatan terhadap ikatan suci ini bukan sekadar persoalan pribadi, tetapi juga pelanggaran moral yang serius.

Namun prinsip luhur tersebut diduga dicederai oleh perilaku tidak terpuji dua oknum perangkat desa di wilayah Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang. Inisial keduanya—OS, Bayan Desa Ngogri, dan SPS, staf pelayanan Desa Kedungrejo—kembali menjadi sorotan tajam publik setelah mencuatnya dugaan skandal asmara yang dinilai telah mencoreng etika birokrasi pemerintahan desa.

Birokrasi Tercoreng, Masyarakat Resah

Skandal ini tidak hanya memicu kegaduhan di tengah masyarakat, tetapi juga mengguncang kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan desa. Sebagai aparatur sipil di tingkat desa, OS dan SPS seharusnya menjadi teladan dalam menjunjung tinggi integritas, profesionalisme, serta nilai moral dalam pelayanan publik.

Munculnya dugaan hubungan gelap ini menimbulkan keresahan luas, terlebih ketika para pelaku merupakan figur yang dipercaya menjalankan roda pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Masyarakat pun mempertanyakan ketegasan sikap dari Pemerintah Kecamatan Megaluh serta kepala desa masing-masing.

Bukan Sekadar Pelanggaran Moral, Tapi Potensi Pidana

Tindakan yang diduga dilakukan OS dan SPS tidak dapat dianggap enteng. Dalam kerangka hukum positif Indonesia, perilaku seperti ini dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana perzinaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal tersebut secara tegas menyebutkan :

“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :
a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan perzinaan, dan diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya;
b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan perzinaan;
c. Seseorang yang turut melakukan perbuatan tersebut, dengan sadar mengetahui bahwa pasangannya terikat dalam perkawinan.”

Artinya, dugaan hubungan gelap ini bisa diproses secara hukum apabila ada laporan resmi dari pihak yang dirugikan, yakni pasangan sah dari salah satu atau kedua pihak.

Tuntutan Transparansi dan Ketegasan

Masyarakat Kecamatan Megaluh kini menuntut adanya sikap tegas dan langkah nyata dari para pemangku kepentingan, mulai dari camat, kepala desa, hingga inspektorat dan aparat penegak hukum. Pembiaran hanya akan memperkuat stigma negatif terhadap birokrasi desa dan melemahkan wibawa pemerintahan.

Lebih jauh, skandal seperti ini seharusnya menjadi pelajaran penting bahwa integritas dan etika pribadi sangat berkaitan erat dengan kredibilitas institusi publik. Ketika aparatur negara mengingkari nilai-nilai itu, maka konsekuensinya bukan hanya pada citra individu, tapi juga pada kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan.

Jaga Marwah Institusi, Tegakkan Aturan Tanpa Pandang Bulu

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa serta regulasi kepegawaian lainnya secara jelas menegaskan pentingnya integritas dan akhlak baik sebagai bagian dari tanggung jawab jabatan. Jika terbukti melakukan pelanggaran berat, perangkat desa dapat dikenai sanksi administratif hingga pemberhentian, selain proses hukum pidana apabila memenuhi unsur.

Masyarakat Jombang, khususnya di Kecamatan Megaluh, kini menanti ketegasan. Kasus ini menjadi ujian bagi keberanian aparatur pemerintahan dalam menjaga marwah institusi serta menjunjung supremasi hukum dan etika publik. Bersambung…

REPORTER : HERLAMBANG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *