Budaya

Kethoprak Dagelan Mataram dan Teater di Pentas Rebon Taman Budaya Yogyakarta

40
×

Kethoprak Dagelan Mataram dan Teater di Pentas Rebon Taman Budaya Yogyakarta

Sebarkan artikel ini

Yogyakarta, suaraglobal.co.id

Pentas Rebon Taman Budaya Yogyakarta (TBY) 2025 sesi ke empat digelar Rabu Wage 16 Juli 2025 di Gedung Societet Militer TBY. Jam 19.30-20.15 WIB, Kethoprak lakon Balung Kuning; jam 20.30-21.15 WIB judul Ewuh dan jam 21.30-22.15 WIB Teater dengan lakon Tanda Jasa karya Prof. Dr. Aprinus Salam, S.S., M.Hum.
Malam spesial di Pentas Rebon TBY sukses digelar, di Gedung Societeit Militaire TBY karena Gedung Concer Hall baru direnovasli. Acara ini menghidupkan tiga jenis kesenian, dua pertunjukan lokal: Kethoprak, Dagelan Mataram menghadirkan cerita rakyat, kritik sosial, serta humor khas Jawa yang menyegarkan dan Teater berkisah pahlawan dengan tanda jasanya.

Kepala TBY, Ibu Dra. Purwiati (17.7.2025) mengatakan selama memimpin TBY banyak bersinggungan dengan berbagai seniman dan masyarakat lintas disiplin. Ini menyenangkan dalam bekerja, ungkap lulusan Jurusan Seni Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Pentas Rebon kali ini, menurut Ibu Purwiati, memberikan ruang ekspresi seniman seni pertunjukan Ketho[rak, Dagelan Mataram dan Teater di DIY. Sehingga mewadahi tiga bidang seni yang tumbuh berkembang di Daerah Istimewa Yogyakarta. TBY DIY berupaya untuk mengakomodir aktivitas para seniman dalam satu panggung Pentas Rebon.

Kethoprak “Balung Kuning”
Bambang Paningron, (Kamis,10.7.2025) narasumber/penyusun materi kethoprak disela waktu Latihan Kethoprak lakon Balung Kuning mengatakan, Konsep Pentas Kethoprak Rebon bermula dari Perkembangan Kethoprak di DIY mengalami pasang surut. Dalam 5 tahun terakhir, dunia kethoprak mengalami kemajuan yang luar biasa sejak dibentuknya Tim Pengembangan Kethoprak (TPK) th 2019. Tidak kurang dari 2500 pemain muda di DIY pernah mengikuti workshop TPK dan siap melakukan produksi pementasan. Tentunya ini situasi yang sangat menggembirakan, sekaligus memprihatinkan, karena ruang ekspresi seni tradisi khususnya kethoprak, tidak mampu menampung semangat anak-anak muda tersebut untuk berekspresi.
Tentu saja inisiatif TBY dan dinas Kebudayaan DIY untuk memberi ruang pada seniman kethoprak patut disyukuri, meskipun dalam kondisi terbatas. Untuk itu kami mengusulkan konsep 5 Pentas Kethoprak Rebon yang akan mewakili 5 kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Setiap pentas kethoprak dari masing-masing kabupaten akan menampilkan cerita dan bentuk yang berbeda-beda, serta menggunakan naskah baru yang khusus ditulis untuk kebutuhan pentas Kethoprak Rebon dengan durasi yang terbatas. Sehingga output dari program ini bukan hanya dalam bentuk 5 pentas pertunjukan kethoprak, tetapi juga 5 naskah kethoprak baru.
Lakon Balung Kuning dipentaskan oleh seniman senwati Kabupaten Kulon Progo. Lakon ini ini cermin kehidupan. Melalui balutan simbol dan tradisi, lakon ini menguliti sisi gelap ambisi manusia, pengorbanan, dan pertarungan moral di tengah budaya Jawa. Sutradara Sindu Murti, cerita ini mengangkat pengkhianatan darah daging demi kekuasaan, dan hadirnya sosok misterius Pandu Pawongan dengan weton “Balung Kuning” yang menjadi penolak bala. Tata cahaya mendukung peristiwa dramatis, gaya akting khas Kethoprak, dan kritik sosial yang menggelitik, pertunjukan ini sebuah ajakan untuk merenung: sampai di mana batas ambisi manusia?

Dagelan Mataram “Ewuh”
Dagelan Mataram, seni komedi khas Yogyakarta. Diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, sayangnya akhir-akhir ini Dagelan Mataram jarang sekali dipentaskan. Keadaannya sangat memprihatinkan, minimnya regenerasi pelaku Dagelan Mataram. Sehingga dikhawatirkan Dagelan Mataram bukan lagi jadi Warisan Budaya Tak Benda, namun justru menjadi Warisan Budaya Tak Ada.
Dinas Kebudayaan DIY, melalui Taman Budaya Yogyakarta mempunyai inisiatif untuk Melestarikan dan Mengembangkan Dagelan Mataram, melalui Pentas Dagelan Mataram Rebon. Pada tahun 2025 ini untuk pemerataan pemain di seluruh DIY setiap pementasan di isi oleh pemain dari Kabupaten atau kota. Yang mana dalam pementasan bulan 16 Juli 2025 ini dipercayakan kepada pelaku seni dari Kontingen Kabupaten Bantul.

Maksud dari pementasan memberi kesempatan kepada para seniman Dagelan Mataram, khususnya generasi muda untuk bisa berkiprah, berekspresi dan mengembangkan bakatnya.Seniman muda bergabung dan belajar langsung dengan para seniornya. Tujuannya adalah agar Seni Dagelan Mataram tetap lestari, berkembang dan diminati generasi muda ditengah gelombang kemajuan jaman yang makin mengikis kesenian tradisional
Lakon Ewuh berkisahkan masyarakat Gunungkidul yang terkenal guyub rukun bila ada saudara atau tetangganya “DUWE GAWE” atau yang biasanya disebut ” EWUH”. Termasuk keluarga Pak Waluya dan Bu Yuli yang akan mengadakan sunatan anak mereka. Maka suasanapun gayeng dan meriah dengan hadirnya bintang tamu yang sudah tersohor,yaitu Dimas Tedjo atau Tedjo Blangkon. Dan suasana hiruk pikuk, suka duka, permasalahan berbagai macam karakter warga kampung aku tersaji dalam cerita ” EWUH”..!

Pemain Ewuh, Waluyo sebagai Pak Waluyo (sohibul hajat), Mboso sebagai Kakaknya Bu Yuli, Edy sebagai pemuda kampung, Endro sebagai pemuda kampung, Sawer sebagai anak Pak Waluyo, Yuli sebagai istri Pak Waluyo, Winda sebagai pacar Sawer, Dimas Tejo sebagai penyanyi. Key, Joyse, Aruna, Alena, Qia, Azka sebagai among tamu; Awan, Juna, Rafassya sebagai anak yang di sunat; Visca, Syifa dan Naya sebagai anak pengganggu.
Tim produksi: Ari Purnama (penulis naskah),Tulis Priyantono (Sutradara), Ismianto (penata artistic), Joko Dwi Andono (Penata lampu), Windari Dwi Nuryati (penata busana), Ratna Indrastuti (penata rias). Kru Panggung : Sugiyanto, Eko Wusono, Wahyu Kristanto. Sandyo (penata musik), pemusik: Sulistyono (Keyboard), Bayu Waskito (Keyboard), Bambang Wisnu Murti (Kendang), Itok Agus Saputro (Saron), Singgih Rakhmat Mutaqqien (Saron). Penyusun materi/narasumber Dagelan Mataram: Sumarwata dan Isnoercahyo alias Edo Nur Cahyo.
Teater “Tanda Jasa”
Lakon Tanda Jasa karya Prof. Dr. Aprinus Salam, S.S., M.Hum. pun sudah dipilih tim narasumber. Pentas Rebon TBY memberikan ruang ekspresi kepada Kelompok TUMAN dengan didampingi narasumber dan pelaksana teknis Mas Dhanik Suratno.

Lakon Tanda Jasa ini disajikan dari antologi naskah drama NAPI yang diterbitkan Taman Budaya Yogyakarta tahun 1993 dari hasil lomba yang diadakan TBY tahun 1992. Tanda Jasa merupakan sebuah drama satu babak yang menceritakan pikiran dan perasaan masa perang seorang veteran tua yang belum kunjung usai. Akibatnya,teror masa lalu, kepastian diri, hingga sikap dan sifat yang berubah-ubah menyelimuti tokoh Pak Rahmat. Di sisi lain, kebanggaannya terhadap citra-diri sebagai pahlawan yang berlebihan membuatnya berinisiatif untuk mendoktrin cucu-cucunya agar meneruskan jalan yang dulu ditempuhnya. Namun, cucunya yang paling besar, tokoh Dois, menolak doktrin tersebut diberikan kepadanya dan adik-adiknya. Tidak tanpa alasan Tokoh Dois menolak doktrin itu.
Sikap dan sifat tokoh Pak Rahmat yang tidak menentu dan sulit berdamai dengan masa lalu-lah yang menjadi pertimbangan tokoh Dois untuk menolak doktrin itu. Tanda Jasa, selain menjadi judul drama satu babak juga menjadi salah satu benda untuk mengalihkan trauma Pak Rahmat. Tidak hanya itu, tanda jasa (Bintang Emas Margayu) yang ditanyakan oleh tokoh Wartawan I dan II justru membuat Pak Rahmat bertemu dengan kejadian traumatiknya ketika meninggalkan sahabatnya (Sersan Muladi) di medan perang. Dari hal itu, tarik-ulur antara rasa benar dan salah atas pilihannya meninggalkan Sersan Muladi membuat Pak Rahmat sangat marah. Kemarahannya terbawa sampai mimpi karena memang kejadian itu belum dituntaskan oleh Pak Rahmat dengan dirinya sendiri. Tidak hanya berhenti di mimpi, tapi setelah bangun, Pak Rahmat masih membawa kejadian yang belum dituntaskannya tadi. Hingga pilihannya untuk menuntaskan adalah dengan menghabisi dirinya sendiri dengan senjata api.

Lakon Tanda Jasa didukung Dede Herlambang (Pimpro), Prof. Dr. Aprinus salam, S.s., M>Hum. (Penulis Naskah), Taufiqur Rohman & Dzaki M. Fadhiil (Sutradara), Mustika Garis (Penata Musik), Dino Manggala (Penata lampu), Amelia( Penata busana), Fika (penata Rias), Yuli (penata artistik). Pemain: Rosyid, Klarisa, Zhanas Adi, Mike Pratiwi, Subakti Susilo, Rizky Reivan, Dwi Nugroho, Marhaendra Shakti, Locita, Arrow, Febriana Nana, Sari. Pemusik :Intan, Tebe, Kikek, Julian, Andi.

Lakon Tanda Jasa menyimpan nilai dan pesan moral melalui simbol-simbol, terutama bahasa. Ada nilai, pesan moral yang bisa ditemukan di dalam naskah Tanda Jasa, di antaranya mengenai penyikapan terhadap masa lalu yang seharusnya bisa dituntaskan seiring berjalannya waktu. Ada yang penting keluarga jika dibandingkan dengan penghargaan-penghargaan atau sebuah tanda jasa. Cerita ini sangat erat dengan hal-hal psikis dan pesan kemanusiaan yang kuat. Tanda Jasa menghadirkan konflik psikis seorang veteran tua yang hanya sebatas pengalihan kekuasaan. Melalui simbol-simbol benda dan bahasa yang dihadirkan di drama Tanda Jasa menjadi pertunjukan panggung yang relevan dengan kondisi masyarakat saat ini.

Pemerhati kebudayaan Taufik Rahzen (16.7.2025) sehabis pertunjukan mengatakan bahwa Pentas Rebon yang diinisiasi TBY DIY ini sangat menarik sebagai peristiwa seni pertunjukan di Yogyakarta. Audince bertahan hingga usai menonton ketiga jenis pertunjukan Kethoprak, dagelan Mataram dan Teater. Dan yang menggembirakan pertunjukan Dagelan Mataram “Ewuh” sebagai teater tradisi masih melibatkan generasi muda dan memiliki daya pesona sebagai pertunjukan. (nuris).

Penulis: Nur Iswantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *