Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Tidak menyepakatinya Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo masih menimbulkan pro kontra ditengah-tengah masyarakat. Hal itu terlihat saat dua elemen masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Warga Sidoarjo (AWAS) dan Gerakan Non Blok (GNB) mendatangi Kantor DPRD Sidoarjo, Kamis (7/8/2025).
Sebelum diterima oleh Ketua DPRD Sidoarjo, H. Abdillah beserta Wahyu Lumaksono anggota DPRD Sidoarjo, AWAS yang berjumlah sekitar 30 orang itu melakukan aksi unjuk rasa dan orasi di depan gerbang DPRD Sidoarjo. “Kami mengkritik hubungan yang kurang harmonis antara Bupati dan DPRD. Kondisi ini memperlambat program Pemerintah Kabupaten (Pemkab, red) Sidoarjo, dan berdampak langsung pada masyarakat serta pembangunan di Sidoarjo,” kata Suryanto, Koordinator AWAS saat melakukan orasi di depan gerbang DPRD Sidoarjo.
Namun pihaknya mendukung penolakan LPP APBD 2024 oleh DPRD Sidoarjo, karena sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai anggota legislatif.
Akan tetapi, AWAS meminta kepada DPRD Sidoarjo untuk menjabarkan kepada masyarakat terkait alasan penolakan atau tidak setujuinya LPP APBD 2024.
“Perbedaan tajam antara DPRD dan eksekutif dalam menyikapi LPP APBD berpotensi menyebabkan stagnasi kebijakan. Dan, tersendatnya penggunaan anggaran yang bisa menimbulkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA, red),” terangnya.
Setelah melakukan orasi, AWAS ditemui oleh Abdillah Nasih dan Wahyu Lumaksono di ruang sidang yang berada di lantai 2 komisi-komisi DPRD Sidoarjo. Abdillah Nasih dan Wahyu Lumaksono mendengar serta menjawab satu persatu pertanyaan maupun pernyataan yang disampaiakan oleh AWAS sekitar 1 jam lamanya. Kemudian, Abdillah Nasih dan Lumaksono menemui GNB di ruang transit yang berada di sisi utara ruang paripurna DPRD Sidoarjo.
Luddy Eko, salah satu aktivis yang tergabung dalam GNB meminta kepada DPRD Sidoarjo untuk segera menghentikan perseteruan dengan Pemkab, khususnya dengan Bupati Sidoarjo. Karena akan berdampak kurang baik terhadap pembangunan di Kabupaten Sidoarjo.
Bahkan wartawan senior itu sedikit mengutip sajak dari KH. Mustofa Bisri atau Gus Mus yang berjudul ‘Kau Ini Bagaimana’ atau ‘Aku Harus Bagaimana’.
“Ini bagaimana, kami disuruh aku memilih kamu. Sekarang sudah kupilih, kau berbuat semaumu. Yang jadi pertanyaan saya, rencananya tukaran (pertengkaran red)ini sampai kapan ?,” tanya Luddy kepada Abdillah Nasih dan Wahyu Lumaksono.
Ia merasa kuatir kalau perseteruan antara eksekutif dan legislatif terus berlanjut sampai pembahasan APBD tahun 2026, tentu rakyat Sidoarjo yang akan dirugikan. “Kalau ini berlanjut sampai pembahasan APBD (2026, red), mbok rasane bener tiji tibeh iki (benar rasanya mati siji mati semua ini red)” ucapnya.
Dr. Ubaidillah, akademisi yang tergabung dalam GNB menyampaikan bahwa tidak adanya kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tekait LKPj APBD 2024 menyebabkan munculnya Peraturan Kepala Daerah (Perkada) Kabupaten Sidoarjo.
Secara aturan bahwa Perkada itu sah, ketika Peraturan Daerah (Perda) itu tidak bisa disepakati antara pihak eksekutif dengan legislatif. Karena produknya berbeda, maka muatannya juga berbeda.
“Kalau Perda itu menjadi sesuatu yang optimal, dari sisi perencanaan, pendanaan dan sebagainya. Tapi dengan Perkada ini, ya tentu tidak semaksimal Perda,” sampainya.
Menurut Ubaidillah bahwa dengan Perkada hanya bisa memuat program-program pembangunan yang bersifat konservatif saja. Sedangkan program-program pembangunan yang inovatif, apalagi ekspansif untuk kemajuan Kabupaten Sidoarjo tidak bisa dilakukan atau dieksekusi.
“Harapan kita, apapun yang menjadi alasan, temuan ataupun catatan sehingga Perda itu tidak bisa disepakati oleh dewan dapat memberikan kebaikan. Memberikan evaluasi yang benar-benar kuat kepada pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan,” terangnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Sidoarjo, Abdillah Nasih menuturkan bahwa pihaknya memberikan apresiasi kepada seluruh komponen atau elemen masyarakat yang berani menyampaikan pendapat dan memberikan masukan kepada intitusi yang dipimpinnya.
“Ini luar biasa, dan ini harus kita apresiasi. Berarti kehidupan berdemokrasi di Kabupaten Sidoarjo benar-benar hidup,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Cak Nasih itu menilai terjadinya pro kontra ditengah-tengah masyarakat terhadap setiap kebijakan atau keputusan yang diambil oleh eksekutif dan legislatif adalah hal yang wajar. Ia memastikan bahwa tidak menyepakatinya LPP APBD 2024 oleh DPRD Sidoarjo merupakan salah satu tugas legislatif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemkab Sidoarjo.
“Apa yang terjadi kemarin itu murni sebagai salah satu tugas kami dalam melakukan pengawasan atau kontrol kepada eksekutif,” jelasnya.

Ditambahkan oleh Cak Nasih bahwa pembahasan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2025 tetap berjalan sebagaimana mestinya, karena Perkada LPP APBD sebagai solusi pengganti Raperda LPP APBD tahun 2024 yang tidak disepakati oleh DPRD dengan Perda P-APBD 2025 itu berbeda. Menurutnya bahwa nota pembahasan Raperda P-APBD 2025 sudah masuk dan sudah dibahas atau disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Sidoarjo.
“Setelah itu kita bahas sama-sama lewat komisi-komisi. Dan, minggu kemarin kita bahas antara Banggar (Badan Anggaran, red) dengan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah, red) untuk pembahasan Raperda P-APBD ini,” terangnya.
Ketua DPRD kabupaten Sidoarjo periode 2024 – 2029 ini merasa optimis kalau pembahasan Raperda P-APBD 2025 ini bisa berjalan dengan baik, karena berdasarkan peraturan yang ada bahwa pembahasan Raperda P-APBD dibatasi sampai akhir bulan September 2025 ini.
“Kita juga ngebut untuk pembahasan Raperda P-APBD tahun 2025, karena berhimpitan dengan pembahasan KUA-PPAS tahun 2026,” pungkas politisi senior partai PKB ini.(NK)