Berita

Lambannya Respons Aparatur di Bawah Bupati Jombang Disorot, Skandal Moral di Megaluh Ungkap Krisis Integritas Birokrasi

121
×

Lambannya Respons Aparatur di Bawah Bupati Jombang Disorot, Skandal Moral di Megaluh Ungkap Krisis Integritas Birokrasi

Sebarkan artikel ini

Jombang//suaraglobal.co.id — Kinerja aparatur negara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jombang kembali menjadi sorotan tajam publik. Di bawah kepemimpinan Bupati saat ini, sejumlah pejabat dinilai lamban, tidak responsif, dan cenderung abai terhadap berbagai persoalan yang mencuat ke ruang publik.

Sorotan itu kian tajam setelah mencuatnya dugaan skandal asusila yang melibatkan dua oknum perangkat desa berinisial SPS dari Desa Kedungrejo dan OS dari Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang.

Ketua LBHAM (Lembaga Bantuan Hak Asasi Manusia) mengkritik keras sikap pasif para pejabat, terutama Camat Megaluh dan jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Ia mempertanyakan integritas serta komitmen moral pejabat publik dalam menangani isu yang telah mengganggu tatanan sosial dan mencoreng wajah pemerintahan desa.

“Di mana tanggung jawab moral dan etika pejabat publik? Jangan jadikan jabatan hanya simbol kekuasaan tanpa empati dan tanggung jawab kepada rakyat,” tegasnya.

Aktivis Jombang : Terjadi Degradasi Moral Birokrasi

Kritik lebih tajam datang dari aktivis senior Jombang, Faizuddin FM, yang menilai telah terjadi degradasi moral dan mentalitas birokrasi di tingkat daerah.

“Kualitas pelayanan publik makin buruk. Tidak ada transparansi, standar kerja tidak jelas, dan birokrasi seperti dibiarkan membusuk. Ini gejala sistemik yang menunjukkan lemahnya kepemimpinan daerah,” tegas Faizuddin.

Menurutnya, ketika persoalan moral seperti ini dibiarkan tanpa sikap tegas, maka publik patut mencurigai adanya pembiaran sistematis. Ia pun mendesak Bupati Jombang untuk turun tangan langsung dan mengevaluasi seluruh jajaran di bawahnya.

Minim Tanggapan, Skandal Moral Cederai Wibawa Pemerintahan Desa

Dugaan hubungan tidak etis antara dua oknum perangkat desa ini telah lama menjadi buah bibir masyarakat. Namun hingga kini belum ada tindakan tegas dari pihak desa, kecamatan, maupun instansi pengawasan seperti Inspektorat atau DPMD.

Kepala DPMD Kabupaten Jombang, Sholahuddin Hadi Sucipto, saat dikonfirmasi malah memberikan tanggapan yang terkesan santai dan kurang serius :

“Biar nanti konco-konco saya suruh ngecek riyen… Kalau belum ke bawah ya belum bisa ber-statement,” katanya via WhatsApp.

Sikap ini menunjukkan lemahnya sense of urgency dari pihak dinas terhadap persoalan serius yang menyangkut etika dan integritas aparatur desa.

Camat Megaluh Bungkam, Kades Ngogri Defensif

Camat Megaluh, Ummi Salamah, yang semestinya menjadi garda terdepan pengawasan wilayah, justru memilih bungkam. Ia menolak memberikan klarifikasi saat dimintai tanggapan resmi. Bungkamnya seorang camat atas persoalan serius seperti ini dinilai publik sebagai bentuk pengingkaran terhadap transparansi dan tanggung jawab moral.

Sementara itu, Kepala Desa Ngogri, Agus Lishartitik, saat dikonfirmasi justru menunjukkan sikap defensif :

“Pun kulo jawab tidak ada apa-apa, pean nguber ae, gak enek opo-opo, terus aku kon jawab opo?”

Respons yang minim empati dan cenderung menyepelekan persoalan etika ini menunjukkan lemahnya kualitas kepemimpinan di level desa.

Indikasi Pembiaran Sistemik : Etika Pemerintahan Desa di Ujung Tanduk

Beberapa warga menyebut OS kerap terlihat di Balai Desa Kedungrejo di luar jam dinas, yang semakin memperkuat dugaan publik. Bahkan, Kepala Desa Kedungrejo pun menyatakan :

“Saya pernah melihat OS datang pagi-pagi sekali tanpa keperluan yang jelas.”

Ketiadaan respons konkret dari para pejabat desa, camat, hingga instansi pengawasan kian memperkuat dugaan adanya pembiaran sistemik. Hal ini dianggap sebagai bentuk kegagalan pengawasan dan pelecehan terhadap nilai-nilai etika birokrasi.

Desakan Publik : Usut Tuntas, Jangan Ada Perlindungan Pejabat

Masyarakat mendesak Inspektorat, DPMD, dan Bupati Jombang untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh. Jika terbukti terjadi pelanggaran etika, tindakan tegas seperti pemberhentian perangkat yang bersangkutan harus dilakukan secara transparan dan tanpa tebang pilih.

“Kalau perangkat desa bisa seenaknya melanggar etika tanpa sanksi, maka kepercayaan publik akan makin tergerus. Ini bisa menjadi preseden buruk bagi semua desa di Jombang,” ujar salah satu tokoh masyarakat.

Hingga berita ini diterbitkan, OS dan SPS belum memberikan klarifikasi. Sementara Camat Megaluh masih memilih diam. Diamnya para pejabat ini hanya memperburuk citra birokrasi dan membuka ruang bagi spekulasi negatif di masyarakat.

Catatan Redaksi :

Pasal 5 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan :

“Pejabat publik wajib memberikan informasi yang benar kepada media.”

Diamnya pejabat terhadap isu publik bukan hanya tidak etis, tetapi juga berpotensi melanggar hak masyarakat atas informasi. Media berkewajiban mengawasi, mengkritik, dan mengawal jalannya pemerintahan agar tetap berjalan di jalur amanah rakyat. Bersambung…

REPORTER : HERLAMBANG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *