Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Penanganan kasus dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan berawal dari giat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim saber pungli Polresta Sidoarjo pada Selasa malam 27/5/2025 yang menyasar dua oknum kepala desa di wilayah kecamatan Tulangan kabupaten Sidoarjo. Selain dua oknum kepala desa Sudimoro dan Medalem kecamatan Tulangan, tim saber pungli juga mengamankan SY mantan kepala desa di wilayah kecamatan Buduran.
Ketiga orang yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Tim Saber Pungli Polresta Sidoarjo diduga terkait proses penjaringan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan. Tes Ujian penjaringan perangkat desa dilaksanakan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) provinsi Jawa Timur. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada selasa 27/5/2025, ada 10 Desa di wilayah kecamatan Tulangan yang melaksanakan ujian penjaringan perangkat desa pada saat itu.
Diantara 10 desa tersebut adalah Desa Medalem mengisi 1 posisi perangkat desa, Desa Sudimoro mengisi 2 posisi perangkat desa, Desa Kepatihan mengisi 2 posisi perangkat desa, Desa Kepadangan mengisi 2 posisi perangkat desa, Desa Kemantren mengisi 1 posisi perangkat desa, Desa Kepunten mengisi 2 posisi perangkat desa, Desa Grabagan mengisi 1 posisi perangkat desa, Desa Kebraon mengisi 3 posisi perangkat desa, Desa Janti mengisi 2 posisi perangkat desa dan Desa Kepuh Kemiri mengisi 1 posisi perangkat desa.
Namum sampai hari ini 15/6/2025 pihak Kepolisian Resort Kota Sidoarjo belum juga memberikan keterangan resmi prihal perkembangan penanganan kasus dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan tersebut. Hal itupun menimbulkan banyak pertanyaan dan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, untuk itu bentuk transparansi dalam setiap penanganan perkara hukum harus diterapkan oleh semua lembaga penegak hukum.
Kasmuin, direktur LSM CePAD (Center For Participatory Development red) angkat bicara, sebagai salah satu aktifis senior di kota Delta meminta agar aparat penegak hukum bisa memberikan pelajaran kepada masyarakat dengan menepati prosedur penanganan perkara hukum yang benar dan sesuai dengan peraturan dan KUHAP yang ada.
“APH harusnya memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang penanganan perkara hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Menurut direktur LSM CePAD, hal tersebut dimaksud agar masyarakat merasa puas dan lega dengan setiap penanganan perkara hukum yang ada, serta demi terwujudnya keluhuran bangsa dan negara yang menjunjung supremasi hukum. “Agar masyarakat lega dan semua aparat penegak hukum senantiasa menjunjung tinggi supremasi hukum,” lanjutnya.
Proses penanganan perkara hukum yang tidak profesional dan mengundang kontroversi dimasyarakat dapat mengikis kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap aparat penegak hukum itu sendiri.
“Kalau masyarakat kita sudah kehilangan kepercayaan kepada para penegak hukum itu sangat berbahaya dan negara bisa runyam,” jelas Kasmuin. (NK)