Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Pernyataan kontroversi Bupati Sidoarjo tentang “DPRD hanya menghambur hamburkan uang dan pokir yang tidak sejalan dengan visi misi Bupati berpotensi terjadi korupsi”, yang akhirnya berbuntut panjang. Atas kejadian itu, 6 Fraksi dari 7 Fraksi di DPRD kabupaten Sidoarjo memintanya agar Bupati Subandi untuk mencabut pernyataan tersebut dan meminta maaf secara terbuka di rapat paripurna DPRD kabupaten Sidoarjo. Selasa 17/6/2025, Bupati Subandi akhirnya meminta maaf kepada anggota DPRD kabupaten Sidoarjo, sesaat setelah menjawab pandangan umum Fraksi terhadap rancangan peraturan daerah tentang keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran tahun 2024. Namun sebagian besar anggota dewan melakukan aksi walk-out, aksi walk-out tersebut diduga karena mereka menilai permintaan maaf tidak tulus (ikhlas). Apalagi tidak secara spesifik menyebutkan klarifikasi permohonan maaf atas dua pernyataan yang viral di upload di media sosial (medsos) pada 19 Maret 2025.
Sementara itu Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana yang sekaligus Ketua DPC partai Gerindra Sidoarjo dengan tegas menyampaikan ke media bahwa partai Gerindra menolak permintaan maaf Bupati Sidoarjo dan menarik dukungan serta tidak perlu lagi mengawal Pemerintahan Bupati Subandi.
“Kita tidak perlu lagi mengawal Pemerintahan Bupati Sidoarjo sampai masa bakti berakhir tahun 2029 mendatang. Bagi kami sikap politik Fraksi partai Gerindra menolak permintaan maaf Bupati Sidoarjo itu sudah tepat. Karena dalam konteks itu tidak cukup hanya minta maaf saja, tapi harus bisa mengklarifikasi dan mencabut statemennya secara terbuka. Karena saya sendiri juga tidak setuju dengan pernyataan DPRD menghambur hamburkan uang itu,” tegas Mimik Idayana Wabup Sidoarjo sekaligus Ketua DPC partai Gerindra.

Sementara itu Bupati LSM LIRA Sidoarjo, Winarno SH MHum berpendapat dari sudut pandang yang lain. Menurutnya (Winarno SH MHum red), “konflik” antara Bupati Sidoarjo dan Wakil Bupati Sidoarjo bisa saja dibuat untuk menutupi kasus dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan. Dia beralasan bahwa pihaknya banyak mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa ada indikasi sepuluh kepala desa ( dua kades yang terjaring OTT dan 8 kades yang melaksanakan penjaringan perangkat desa red) di wilayah kecamatan Tulangan meminta “perlindungan ” kepada Bupati dan Wakil Bupati terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa yang sedang ditangani Satreskrim Polresta Sidoarjo.
“Saya kok menduga “konflik” antara Bupati dan Wabup Sidoarjo ini muncul ke permukaan sebagai upaya menutupi kasus dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan, agar Publik tidak memperbincangkan kasus tersebut. Dugaan saya ini berdasarkan informasi dari masyarakat, menurut mereka ada informasi kalau 8 kepala desa yang melaksanakan penjaringan perangkat desa meminta “perlindungan ” kepada Bupati dan Wabup Sidoarjo,” terang Bupati LSM LIRA Sidoarjo.
Masih menurut Winarno SH MHum bahwa kecurigaan publik tentang adanya dugaan intervensi Bupati Sidoarjo terkait penanganan kasus dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan adalah hal yang wajar, karena menurutnya ada banyak indikator yang membuat kecurigaan masyarakat muncul.
“Kecurigaan publik terkait adanya upaya pengalihan isu tentang penanganan kasus dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan itu hal yang wajar, sebab sejak kasus ini ditangani Satreskrim Polresta Sidoarjo melalui operasi tangkap tangan pada 27/5/2025 terkesan tertutup ke publik, bahkan pihak Polresta Sidoarjo belum memberikan keterangan resmi ke Publik prihal kasus ini,” lanjutnya.
Meskipun sejak awal banyak sorotan publik terkait penanganan kasus dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan yang ditangani oleh Satreskrim Polresta Sidoarjo yang tidak memperlihatkan asas transparansi ke Publik, namun itu tidak membuat pihak Polresta Sidoarjo segera memberikan keterangan resmi ke publik. Hal tersebut yang membuat banyak spekulasi masyarakat bahwa mereka menduga isu intervensi kekuasaan terhadap penanganan kasus ini benar adanya. (NK)