Daerah

Mangkir Dari Panggilan Mediasi! Warga Jatiduwur “Mukholifatin” Buat Sang Kades Subardi Geram

74
×

Mangkir Dari Panggilan Mediasi! Warga Jatiduwur “Mukholifatin” Buat Sang Kades Subardi Geram

Sebarkan artikel ini

Jombang//suaraglobal.co.id — Upaya Pemerintah Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, dalam menyelesaikan sengketa jual beli tanah sawah menemui masalah. Salah satu pihak yang bersengketa, Mukholifatin alias Sulaiman, warga Dusun Jatipandak RT 022 RW 005, mangkir dari panggilan desa tanpa alasan yang jelas.

Ketidakhadiran Mukholifatin dalam proses mediasi membuat Kepala Desa Jatiduwur, Subardi, geram. Padahal, perintah resmi telah dilayangkan oleh Pemerintah Desa melalui Kepala Dusun setempat.

Dalam Berita Acara Hasil Koordinasi Sengketa Jual Beli Tanah Sawah Bernomor : 172/415.56.14/2025

Dijelaskan bahwa pada Kamis, 3 Juli 2025, Pemerintah Desa telah menjadwalkan mediasi antara Aris Makhzudi, warga Dusun Gumulan RT 003 RW 002 Desa Gumulan dan Mukholifatin atau Sulaiman terkait konflik atas sebidang tanah sawah yang berlokasi di Desa Gumulan, Kecamatan Kesamben.

Namun, Mukholifatin tidak kunjung hadir. Kepala Dusun Safiul, yang mendapat instruksi langsung dari Sang Kades Subardi untuk menjemput yang bersangkutan, menyatakan bahwa saat pertama kali didatangi, Mukholifatin sedang mengantar keponakannya. Namun saat kunjungan kedua, yang bersangkutan sudah tidak berada di rumah.

“Pak Kasun kami sudah dua kali mencoba menghubungi dan menjemput beliau. Akan tetapi tetap tidak ada respons. Ini sangat mengecewakan,” ‘ujar Kades Subardi’.

Mediasi Gagal, Masyarakat Resah

Sengketa ini bermula dari transaksi jual beli tanah sawah antara Almizan (warga Dusun Betro Barat, Desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto) selaku penjual dan Aris Makhzudi sebagai pembeli. Tanah yang diperjualbelikan merupakan warisan seluas 1.109,85 m² (79,27 boto), bagian dari sertifikat induk atas nama Djabari, yang berlokasi di Dusun Gumulan I, Desa Gumulan.

Surat Pernyataan Jual Beli telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, disaksikan oleh 10 Perangkat Desa Gumulan :

1.Tusa Susanto
2. Rokhman Affandi
3. Ahmad Harun
4. Abdul Ghoni
5. Sugeng Cahyono
6. Miftachul Khoir
7. Abd Rahman
8. Putri AR
9. Abd Rahman
10. Munir

Serta dua saksi keluarga :

1. Vinda Agustina
2. Nur Isbiyah

Serta diketahui secara sah oleh Kepala Desa Gumulan, Busroni, S.Ag. Transaksi senilai Rp 40 juta ini disepakati secara tertulis bahwa tidak akan ada gugatan dari pihak ahli waris setelah penandatanganan.

Namun hingga berita ini diturunkan, pembeli Aris Makhzudi belum mendapatkan haknya atas tanah tersebut. Dugaan kuat muncul bahwa Mukholifatin, yang diduga memiliki keterkaitan dengan salah satu ahli waris atau penguasa tanah bernama Khusnul Maat (Gatot), menjadi penghambat realisasi hak pembeli.

Pemdes Gumulan Dinilai Lepas Tangan

Yang lebih mengkhawatirkan, Pemerintah Desa Gumulan tempat objek tanah berada — justru dinilai tidak aktif dalam menyelesaikan sengketa, meskipun dokumen transaksi telah mereka sahkan. Kesan “cuci tangan” ini memantik kritik dari masyarakat.

“Pemerintah desa jangan hanya bisa tanda tangan saat transaksi, tapi lari saat ada masalah. Ini menyangkut keadilan dan ketertiban di masyarakat,” tegas seorang tokoh masyarakat Gumulan.

Peringatan Akan Potensi Konflik Horizontal

Minimnya langkah tegas dari Pemdes Gumulan serta mangkirnya salah satu pihak dari mediasi dikhawatirkan dapat memicu konflik horizontal di masyarakat, khususnya antar warga dari dua desa berbeda yang terlibat dalam perkara.

“Kalau kepala desa tidak segera bertindak adil dan menyelesaikan ini, potensi keributan antar warga sangat besar. Jangan biarkan masalah ini membesar,” lanjut tokoh tersebut.

Ujian bagi Kepemimpinan Kades Busroni

Persoalan ini menjadi ujian nyata bagi integritas dan komitmen Kepala Desa Gumulan, Busroni, S.Ag, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Antar Waktu (KDAW). Masyarakat menunggu sikap tegas dan langkah konkret dari Busroni, bukan hanya sebagai administrator, tetapi sebagai pemimpin yang menjunjung keadilan dan keberpihakan terhadap kebenaran.

“Jika pemerintah desa hanya diam, maka wibawa desa dan kepercayaan masyarakat akan runtuh,” tandas warga lainnya.

Sengketa ini belum menemui titik terang, dan aroma ketidakadilan semakin menyengat. Publik menantikan keberanian para pemangku kebijakan desa untuk tidak hanya berbicara, tetapi bertindak.
Bersambung…

REPORTER : HERLAMBANG

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *