Berita

Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo Ibarat Panggung Sandiwara

56
×

Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo Ibarat Panggung Sandiwara

Sebarkan artikel ini
Sidang paripurna DPRD kabupaten Sidoarjo dengan agenda penyampaian jawaban Bupati Sidoarjo tentang pandangan umum fraksi terhadap rancangan peraturan daerah tentang keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran tahun 2024 dan pengesahan rancangan perubahan KUA-PPAS tahun 2025 , diwarnai aksi walk-out sebagai besar anggota DPRD.

Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Perjalanan pemerintahan Subandi – Mimik Idayana baru berjalan empat bulan, namun berbagai peristiwa politik tampak lebih menonjol dipermukaan daripada pelaksanaan misi besar Bupati dan Wakil Bupati untuk menciptakan birokrasi yang bersih dan bebas dari korupsi. Kontroversi terkait statemen Bupati Subandi yang mengatakan ” Bupati dan Wakil Bupati yang mencari uang untuk peningkatan pendapatan asli daerah tetapi DPR yang menghambur hamburkan uang” sontak mendapat reaksi keras dari DPRD.

Reaksi keras dari DPRD tersebut ditujukkan dengan beberapa kali agenda sidang paripurna DPRD yang tidak memenuhi kuorum dan pada puncak, DPRD kabupaten Sidoarjo mimibta Bupati Subandi untuk mencabut statemennya dan minta maaf di sidang Paripurna DPRD kabupaten Sidoarjo.

Selasa 17/6/2025, sidang paripurna DPRD kabupaten Sidoarjo dengan agenda jawaban Bupati Sidoarjo tentang pandangan umum fraksi terhadap rancangan peraturan daerah tentang keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran tahun 2024 dan pengesahan rancangan peraturan daerah tentang perubahan KUA – PPAS tahun 2025.

Pengamat kebijakan publik sekaligus direktur LSM CePAD (Center For Participatory Development) mengatakan bahwa perhelatan politik para penguasa dan petinggi pemerintahan yang melenceng dari yang namanya “dinamika politik “. Menurutnya publik merasakan kehidupan bernegara khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di kabupaten Sidoarjo ini berada pada titik nadzir.

“Perhelatan politik para penguasa dan petinggi pemerintahan sudah keluar dari yang namanya” dinamika “. Dan rendahnya pemahaman berpolitik dan kapasitas berdemokrasi dalam kepemimpinan kolektif (kepemimpinan legislatif red) dan penyelenggaraan pemerintahan ( eksekutif red) nampak sebagai percaturan yang tidak berkualitas dan bernuansa kekanak-kanakan,” terang Kasmuin, direktur LSM CePAD.

Sementara itu berbagai proses hukum yang sedang berjalan dipertontonkan sebagai drama sosial, sikap beberapa kalangan yang merasa kebal hukum karena mendapatkan backup politik dari sana sini.

Proses-proses hukum yang lagi berjalan dipertontonkan sebagai drama sosial dan oleh masyarakat sudah sampai disebut “Ludruk Main Awan” ( drama di siang hari red). Adanya keberpihakan politik yg cenderung melenceng antar pihak sudah membentuk sikap beberapa kalangan sebagai “super body” yang orang lain tak akan mampu mengusik dirinya karena merasa mendapat back up politik dari sana-sini,” lanjutnya.

Kasmuin, direktur LSM CePAD (Center For Participatory Development)

“Hal itu menjadi kekhawatiran di banyak kalangan bahwa kita sudah berada pada titik nadzir dan diambang kehancuran.” pungkasnya.

Potret awal pemerintahan Subandi – Mimik Idayana menjadi sangat meragukan akan tercapainya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih dan bebas dari korupsi dan ujungnya kesejahteraan umum tidak akan bisa terwujud.

Isu intervensi dalam pengungkapan Indikasi korupsi dan penyalahgunaan wewenang menjadi salah satu variabel yang bisa menghambat tercapainya kesejahteraan umum.

Adanya berbagai benturan kepentingan antara pemerintah daerah, legislatif dan bahkan dengan aparat penegak hukum serta para penyokong suara pada Pemilukada dapat menghambat pembangunan yang berkelanjutan.

Indikasi kurangnya partisipasi masyarakat yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, maka program-program yang dijalankan mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga kesejahteraan umum sulit tercapai.

Banyak kontroversi baik di wilayah kebijakan publik maupun dalam proses penanganan perkara hukum terkait tindak pidana korupsi bisa menimbulkan ketidakstabilan politik dan dapat mendegradasi kepercayaan publik terhadap lembaga negara.(NK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *