Uncategorized

Pentas Rebon Taman Budaya Yogyakarta Teater Kethoprak dan Dagelan Mataram

80
×

Pentas Rebon Taman Budaya Yogyakarta Teater Kethoprak dan Dagelan Mataram

Sebarkan artikel ini

Yogya // suaraglobal.co.id – Pentas Rebon Taman Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (TBY DIY) tahun 2025 berlangsung di Gedung Soscietet Militer TBY DIY Jln. Sri Wedani 1 Yogyakarta pada hari Rebo Wage, 20 Agustus 2025 jam 19.00 WIB. Pertunjukan yang ditampilkan Teater Kethoprak, dan Dagelan

Kepala UPT TBY DIY, Ibu Dra. Purwiati (Minggu, 17.8.2025) menyampaikan keterangan bahwa Pogram Pentas Rebon TBY DIY tahun 2025 sebagai salah satu program unggulan yang diminati Masyarakat dengan bagus sejak tahun 2021 akan ditutup pada Rabu Wage, 20 Agustus 2025. Bidang seni pertunjukan yang ditampilkan Teater, Kethoprak dan Dagelan Mataram.

Kepala Seksi Penyajian dan Pengembangan Seni Budaya UPT TBY DIY sekaligus Penganggungjawab Teknis Program Pentas Rebon, Ibu Cerrya Wuri Waheni (Selasa, 19.8.2025) memberikan keterangan, Program Pentas Rebon Tahun 2025 akan berakhir pada Rebo wage, 20 Agustus 2025.

Lebih lanjut Bu Wuri, menjelaskan Pentas Rebon di hari Rabu Wage, 20 Agustus 2025 mulai jam 19.00 WIB sampai selesai. Pertunjukan yang disajikan Teater dengan lakon Makam Tak Bertuan dan Tuan Tak Bermakam dari Kelompok Teater Banyu Mili Kabupaten Gunungkidul; Kethoprak dengan lakon Surya Pabaratan dan Dagelan Mataram lakon Omah Warisan.

Naskah Makam Tak Bertuan dan Tuan Tak Bermakam karya Agus Prasetyo alias Agus Leyloor. Drama ini bercerita tentang keserakahan mengejar duniawi. Naskah ini bercerita tentang makam keramat yang dijadikan tempat ziarah. Yang dibangun dan dikelola dengan tujuan memperoleh keuntungan dari orang yang datang mencari berkah dimakam tersebut. Pak Juru yang selama ini dipercaya menjaga dan merawat makam justru memanfaatkan makam keramat tersebut untuk memperkaya diri dan keluarganya. Hanya Kemit bumi yang selama ini menjaga dan merawat makam dengan penuh keikhlasan. Arwah dalam makampun menjadi sangat marah dan merasa terganggu denga segala ulah orang – orang yang mencari keuntungan dari makamnya.

Pentas teater dengan pimpinan produksi Rustam Majid, penulis naskah Agus Prasetyo, Sutradara Tisan Nurcahyani, Penata musik Ngimadudin, penata lampu Ade Malia Herlambang, Penata rias / busana Elin Uminiatun Azizah, penata artistik Ahnaf Fauzy Zulkarnain, crew artistik Agus Sandika, Sakti. Pelaksana teknis Dhanik Suratno.

Pemain : Suharmanto, Sonya Wawang Maya, Suseno, Yessica Novaria Veni, Amrih Nugrohi, Helen Mery Eka Mayaning, Aji Saputra, Adellia Puspita Rachmawati, Gracella Adine Larasati, Marcelo Septa Dirga, Jenas Allhail Niscala, Briya Adi Saputra. Pemusik : Jaduk Bima Adiaksa, Hanandaru Alpha Ridho Wijaya, Ngimadudin Nur Aziz, Erwin Cahya Erlangga, Muhammad Dermawan. Crew : 1. Aldi Ardianza, Roni Prasetiya, Rahyudi. Narasumber: Dr. Drs. Nur Iswantara, M.Hum. dan Eko Winardi.

Kethoprak Lakon Surya Pabaratan karya Brian Riangga Dhita dari naskah asli “Makutharaja” karya Arya Adhitya. Wose carita Saksurud dalem Ingkang Sinuwun Sultan Hamengkubuwana Kaping Gangsal, Gusti Raden Mas Timur Muhammad minangka putra ugi waris dalem kagem mbacutaken lajering peprentahan ing Kasultanan Ngayogyakarta, nembe miyos 13 (tiga welas) ari. Pramila sinambi nengga putra dalem menika dewasa, wekasan rayi dalem ingkang dipunjumenengaken langkung rumiyin dados Sultan Kaping 6. Nanging lumampahing wanci, nalika wus dewasa Gusti Raden Mas Timur Muhamad dipuncidrani wekasan wurung nampi kalenggahan Sultan. Pindhane surya ingkang sumunar damel pepadhang, Gusti Raden Mas Timur Muhamad kupiya madhangaken dununge bener sarta adil, merangi tumindak kamurkan, senajan kudu perang manjing pabaratan.

Pentas kethoprak ini didukung pimpro Arya Adhitya, asisten pimpro Prasstya, sutradara Ardi Karta Setia Wijaya, penata kostum Andri Cindelaras, penata iringan Yudha Hangga S, penata lampu Jibna, peanata artistik Catur Wintarso, design/dokumentasi Ibnu Wahyu N. Pemain: Haryo P, Purwoto, Ahnadi Gesa, Fithri Kurniawan, Masayu l, Bayu Novi Ariyanto, Anna Ratri Palupi W, Rendi S, Adnan Bimo, dagdo Methekes, Yodbela S, Fahrezi Panjalu, Dimas Chandra Kuinnara, Dalu Raditya Djenar. Narasumber Bambang Paningron dan Sugiman Nurseta.

Dagelan Mataram lakon Omah Warisan naskah ditulisoleh Ari Purnama. Inti cerita Tersebutlah sebuah keluarga yang saling memperebutkan harta warisan berupa rumah tua tinggalan leluhur mereka. Semua mempunyai keinginan untuk memiliki warisan tersebut dengan berbagai motivasi. Kecek sebagai anak tertua ingin memiliki karena dirong-rong oleh istrinya yang meterialisitis. Sarwidi anak kedua ingin memiliki karena rumah tersebut akan dijual kembali untuk mendapat keuntungan. Kristin anak ketiga adalah seorang konten kreator yang ingin memiliki karena akan dijadikan objek medsosnya. Sedangkan Ngalimin sebagai anak bungsu ingin memiliki karena terlibat hutang. Semua berlomba-lomba ingin mendapatkan rumah tua tersebut. Namun tanpa mereka sadari, Dalijo sebagai penjaga rumah juga ingin mendapatkan rumah warisan tersebut. Dan ada satu hal yang mereka tidak tahu…. Rumah tersebut adalah Rumah Berhantu.

Pemain Drs. KRT Stefanus Prigel (Dalijo) – Penunggu omah warisan, Icuk Supardi (Kecek) – ahli waris 5, Sherviana Manda Sari – calon istri Kecek, Sarwidi – ahli waris 1, Muh Alimin – ahIi waris 3, Kristi Yuliani – ahli waris 4. Rina Febriana – anak Dalijo, Anggit Sulistyaningsih – pegawai Bank, Mbah Kenyut – hantu jadi-jadian, Fulvian Diwangkara – anaknya Kecek, Borneo Bimatara – hantu berdasi, Devina Aira Putri – hantu noni Belanda, Regina Putri – hantu noni Belanda, Denias Tara Aninditya – hantu anabe.

Penata iringan: Sidik Praptomo, Keyboard : Floribertus Gadang Tyas Mangunggal, Wahyu Kuntoro, Saron: Ari Purwanto, Saron. Bonang : Kinong, Kendang Batangan: Diqs, Drum : pad /Diqs, Gitar: Nurrahman, Vocal : Puput Malka. Sutradara: Tulis Priyantono, Penulis naskah: Ari Purnama, Penata Artistik: Eko Wusono, Penata lampu: Joko Dwi Andono, Penata busana: Windari Dwi Nuryati, Penata rias: Ratna Indrastuti. Kru Panggung: Mianto, Sugiyanto, Wahyu. Kristanto Narasumber: Marwoto Kawer dan Edo Nurcahyo.

Penulis : Nur Iswantara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *