Yogyakarta/suaraglobal.co.id ~ Setiap kali melihat lukisan yang menampilkan sosok “BOENG KARNO”, entah mengapa selalu muncul keinginan untuk menggali informasi tentang isi pikiran dan gagasan – gagasan Tokoh Besar Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia tercinta ini.
Seperti halnya saat saya melihat foto lukisan BOENG KARNO karya Yosefin Banyu.
(saya telah meminta ijin pada pelukisnya, dan
melakukan komunikasi lewat telpon, juga chatting WA (7/8/2025), untuk memperoleh informasi tentang ; apa yang ia pikirkan, ia rasakan sehingga terlahir karya seperti dalam foto itu).
~ “Saya tak tahu harus bagaimana mengungkapkannya dengan kata – kata, Pak ,” sahut Yosef lewat telpon genggamnya di Monggang Studio, Sewon, Bantul – Yogyakarta yang menjawab pertanyaan saya , juga bisa phone dari Kulon Progo,
“Saya merasa sedih dan prihatin terhadap kondisi bangsa. Sudah 80 tahun menjadi Bangsa yang merdeka, kok, masih seperti ini keadaannya. Paling tidak itu yang saya rasakan.
Karena saya bukan Penulis, bukan Penyair, ya saya nggak bikin Cerpen atau Puisi. Kesedihan dan kegelisahan saya, isi pikiran dan perasaan saya salurkan melalui goresan dan sapuan kuas diatas kanvas.
Saya berusaha jujur terhadap perasaan saya sendiri. Walaupun yang terekspresikan dalam lukisan, tetaplah hanya sebuah imajinasi saya sendiri…” tambahnya.
Saya tidak berusaha mengorek lebih jauh dari pelukisnya. Tetapi mencoba meraba, menangkap, kesan dan pesan apa yang tersirat di dalamnya ?
Saya pandangi foto lukisan itu sembari mencoba mengindera, apa yang terlihat terpapar dalam gambar, dan yang berangsur – angsur seperti menggugah daya nalar untuk menafsirkannya secara bebas, secara “merdeka” :
~”sejumlah daun kering/ melayang menunggang angin/ terpuruk jatuh/ di hamparan tanah retak dahaga/ mendamba jatihnya hujan/ dari langit yang mencungkipinya/ tanah kerontang itu bagai pusara/ harapan yang sirna/
tangan tangan lemah terjulur menggapai/
meraih sesuatu tak sampai/
sebuah gelas kaca/ tengadah
pingin basah/ menampung tetesan air/ yang menjalari ujung jari tangan musteri/ menetes dalam gelas/siapa kelak mereguknya ?
Boeng Karno menggenggam erat tongkat pusaka/seperti bergetar didekapan tangan kanannya/
telapak tangan kiri menutup mulut/bukan lantaran bersin tentunya/ pasti sengaja membekap mulut sendiri/ agar tangisnya tak sempat diketahui/oleh entah yang memandangi../
tidak…, aku mendengarnya/ ia tersedu/kini seolah aku bahkan mendengar suara hatinya/ bukan sekedar isaknya/mungkin lidahnya keluar untuk menyuarakan sesuatu/ Isak – sedu pilu…/
aku terseret ke dalam kumparan duka/ terhanyut/ larut/ meratapi negeri yang carut – marut..//
•••
Saya mencoba mencari tahu, lewat buku – buku yang memuat isi – pikiran Ir. Soekarno yang sering disampaikan dalam pidato kenegaraan atau buku karyanya.
Barangkali beberapa kutipan ini relevan:
– “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia yang lebih baik!” (Pidato 17 Agustus 1959)
Saya belum lahir ketika Boeng Karno mengumandangkan pidato tertanggal 17 Agustus 1959 itu. Konon waktu itu, masyarakat luas berkerumun di rumah – rumah warga yang memiliki radio. Rakyat tak mau ketinggalan untuk mengikuti pidato itu lewat siaran radio.
Di masa sekarang ini, tak terlalu sulit mencari literasi dan referensi. Bisa brosing melalui internet, dalam mencari sumber data.
Sebagaimana informasi yang ada :
~”Kita harus memiliki jiwa yang bebas, jiwa yang merdeka, jiwa yang tidak terikat oleh kepentingan-kepentingan yang sempit.”
[Di kutip dari Buku “Di Bawah Bendera Revolusi”]
Isi pikiran Boeng Karno lainnya :
~”Kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari perjuangan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.”
[Pidato Kenegaraan,
17 Agustus 1963]
Ketika pidato kenegaraan pada peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke 62 di gemakan Boeng Karno, usia saya masih Balita. Tentu tak bisa membayangkan bagaimana bergeloranya semangat juang Boeng Karno dalam pidato yang dibawakannya (?)
Kendati demikian, jika di usia saya yang kini menginjak 66 tahun, boleh memprediksi apa yang Boeng Karno pikirkan tentang kondisi kehidupan berbangsa bernegara setelah 80 tahun bangsa Indonesia merdeka, mungkin beliau akan :
•Mengapresiasi kemajuan yang telah dicapai Indonesia dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur.
•Mengkritik kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih ada, serta korupsi dan nepotisme yang masih menjadi masalah.
•Mengingatkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta mempromosikan nilai-nilai Pancasila dan semangat revolusi.
Ini sekadar prediksi dan interpretasi berdasarkan pidato dan tulisan-tulisan Boeng Karno sendiri.
Pikiran dan pendapat yang sebenarnya, tentang kondisi saat ini, tentu tidak dapat diketahui dengan pasti.
Karena Boeng Karno telah tiada.
Dan tulisan ini
menjadi semacam dialog imajiner saja.(Membayangkan BOENG KARNO dalam foto lukisan itu bicara dan menjelaskan pada saya yang tidak berani bertanya, melainkan hanya membatin saja :
~”Harapan dan pencapaian bangsa Indonesia dalam ranah politik telah berkembang sepanjang waktu.
Ada beberapa aspek penting:
Perkembangan Politik Indonesia
• [saya membatin tentang Demokrasi]
~ “Indonesia telah mengalami kemajuan signifikan dalam membangun sistem demokrasi setelah era Orde Baru.
Pemilihan umum yang bebas dan adil telah menjadi bagian dari proses politik…”
•[Saya membatin tentang Reformasi]
~” Reformasi 1998 membawa perubahan besar dalam sistem politik Indonesia, termasuk penghapusan Dwifungsi ABRI dan pembentukan lembaga-lembaga sipil yang lebih kuat…”
• [Saya membatin tentang Supremasi Sipil]
~” Upaya untuk memperkuat supremasi sipil atas militer telah menunjukkan kemajuan, meskipun masih ada tantangan dalam mewujudkan hal ini sepenuhnya”
[Saya membatin, tentang Tantangan yang Dihadapi,
Keterlibatan Militer]
~” Meskipun Dwifungsi ABRI telah dihapus, masih ada praktik-praktik yang menunjukkan keterlibatan militer dalam urusan sipil, yang dapat mengancam demokrasi dan supremasi sipil…”
• [Saya membatin Otoritarianisme ]
~” Warisan sistem otoriter Orde Baru masih mempengaruhi dinamika politik Indonesia, termasuk dalam hal kontrol atas masyarakat sipil dan kebebasan pers…”
• [Saya membatin tugas pokok kehadiran masyarakat, Partisipasi Masyarakat]
~”Partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik masih perlu di tingkatken untuk memastiken bahwa kebijakan publik benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
Saya tumbuhkan harapan untuk Masa Depan.
• [Membatin tentang Demokrasi yang Lebih Kuat]
~” Indonesia diharapkan dapat terus memperkuat sistem demokrasinya, termasuk dalam hal transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat…”
• [Saya membatin perlunya Penguatan Lembaga Sipil]
~”Lembaga-lembaga sipil perlu terus diperkuat untuk memastikan kontrol yang efektif atas pemerintah dan militer…”
• [Saya membatin negeri ini memerlukan Pemimpin yang Berintegritas]
~” Pemimpin yang memiliki integritas dan komitmen terhadap demokrasi serta kepentingan rakyat diharapkan dapat memimpin Indonesia menuju masa depan yang lebih baik…”
***
Ini bukan “Ilmu Kebatinan”. Saya tak berani bertanya. Anehnya Boeng Karno dalam foto lukisan itu, seperti bisa membaca jalan pikiran dan bathin saya.
Memandangi bintang – bintang di pundaknya, pangkat Jendral Bintang Lima, juga yang tersemat di krah jas yang di kenakan, tiba – tiba saja dalam batin saya terlintas tentang “Pancasila”, dimana Ir. Soekarno sebagai ‘Penggali’nya. Secepat itu juga, saya seperti memperoleh penjelasan dari beliaunya :
~”Pemahaman dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia masih menjadi tantangan. Meskipun Pancasila telah menjadi dasar negara sejak 1945, implementasinya dalam kehidupan sehari-hari masih belum optimal”
Hening sejenak.
Kudengar beliau bertanya :
~” Kamu tinggal di desa ?”
~” Ya ”
~” Pengamalan Pancasila yang baik dalam kehidupan sehari-hari bisa kau temui, misalnya :
> Gotong Royong. Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi gotong royong. Itu mencerminkan nilai-nilai Pancasila, seperti kerja sama dan solidaritas.
Saya merasa percakapan kami semakin cepat. Setiap saya membatin sesuatu hal selalu disambut dengan pertanyaan yang kemudian beliau jawab sendiri :
> “Toleransi ? Banyak masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Tenggang rasa dan menghormati perbedaan agama, suku, ataupun budaya.
> Akan tetapi, ya, masih banyak tantangan dalam pengamalan Pancasila”
> “Korupsi ? Korupsi masih menjadi masalah besar di Indonesia. Dan itu mencerminkan kurangnya integritas dan moralitas dalam pemerintahan.
> “Ketidakadilan ? Ya, ketidakadilan sosial dan ekonomi masih menjadi masalah serius di Indonesia. Dan itu mencerminkan kurangnya keadilan dalam pengamalan Pancasila.
> Kemerosotan moral di kalangan pejabat. Terbukti banyak yang korup. Itu merupakan contoh nyata dari tantangan dalam pengamalan Pancasila. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila diimplementasikan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.
Baru saja membatin, bagaimana cara untuk mengatasi hal itu; beliau telah melontarkan jawabannya :
> “Perlu dilakukan upaya-upaya seperti:
> Pendidikan tentang Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sangat perlu itu ditingkatkan, terutama di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.
> Pengawasan yang efektif terhadap pejabat dan lembaga pemerintah perlu dilakukan untuk mencegah korupsi dan memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila diimplementasikan dengan benar”
Lagi – lagi Boeng Karno lebih dulu menjelaskan sebelum saya membatin apa – apa.
> Partisipasi Masyarakat ? Itu sangat diharapkan.
> Partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik dan pemerintahan perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa kebijakan publik benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
Saya menahan diri untuk tidak berfikir apa – apa, tidak membatin apa – apa. Ingin menjadi pendengar saja.
~”Jika itu kalian lakukan dengan baik dan benar, pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi lebih baik dan mencerminkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, Pancasila akan menjadi sakti ”
Entah terdorong kekuatan apa, serta – merta saya memekikkan Salam Joang yang beberapa tahun silam
Beliau ajarkan dalam tapa brata saya :
~ ” Salam Jaya Nusantara Raya,
Pancasila Kupuja,
Tuhan Yang Maha Esa Ku puji,
Dirgahayu Indonesia-ku,
Rahayu Bangsa-ku !”~
Saya laksana mendengar pekik menggelegar :
~”MERDEKA !”
Spontan saya mengepalkan telapak tangan kanan dan mengangkatnya tinggi – tinggi, seperti beliau lakukan, seraya menggemakan salam :
~”MERDEKA !”
Senyap seketika. Hening.
***
Menjelang fajar, Jumat Paing, 8/8/2025.
Sebatang keretek yang terselip di jemari tangan kiri saya, barangkali telah lama mati, tanpa saya sadari.
Saya menyulutnya lagi, mereguk sisa kopi dan mengakhiri percakapan imajiner ini.
Penulis Tito Pangesthi Adji