Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Skandal dugaan suap dalam proses penjaringan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan bisa berdampak sistemik. Selain berdampak langsung ke para calon perangkat desa yang ikut dalam proses penjaringan, juga bisa berdampak kemasyarakatan secara umum. Penjaringan perangkat desa adalah bagian dari proses pengangkatan perangkat desa, dimana ada puluhan bahkan ratusan peserta yang berasal dari berbagai wilayah ( setiap WNI bisa mendaftar sebagai calon perangkat desa sesuai putusan MK)
Dampak langsung yang diterima para calon perangkat desa adalah mereka dirugikan secara materiil maupun imateril. Sedangkan dampak yang diterima masyarakat adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, lembaga publik (Public Distrust). Dan juga dampak perekonomian negara, dimana dalam pelaksanaan penjaringan dan pengangkatan perangkat desa dibiayai oleh anggaran pendapatan desa yang mana itu adalah uang rakyat.
Menurut keterangan Asmara Hadi, Camat Tulangan ujian penjaringan perangkat dari 10 desa di wilayah kecamatan Tulangan di ikuti sebanyak 214 calon perangkat desa dari 217 yang telah memenuhi persyaratan administrasi untuk mengisi 17 posisi perangkat desa.
“Total peserta yg lolos seleksi administrasi dan bisa ikut ke tahap tes sebanyak 217 yang hadir ikut tes 214” terang Asmara Hadi. Sementara itu PLT Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) kabupaten Sidoarjo, Probo Agus Sunarno, S.Sos., MM, akan mengikuti proses hukum dulu, saat menjawab pertanyaan wartawan suaraglobal.co.id tentang jadi atau tidaknya pelantikan hasil penjaringan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan pada 27/5/2025 lalu.
“Kita ikuti proses hukum dulu,” jawab PLT Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan singkat.
Penjaringan perangkat desa di wilayah kecamatan Tulangan bisa diulang, apabila terbukti adanya skandal suap dan melanggar peraturan perundang-undangan. Hal tersebut diatur dalam peraturan Bupati Sidoarjo no 55 tahun 2016 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, yang mana dalam pasal 16 ayat 3 mengatakan ” berdasarkan identifikasi camat, apabila proses penjaringan dan penyaringan perangkat desa tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan camat tidak memberikan rekomendasi yang disertai dengan alasan – alasan dan memerintahkan kepada Kepala Desa untuk melakukan proses penjaringan dan penyaringan perangkat desa ulang”.
Dengan begitu besar dan kompleksnya dampak dari proses penjaringan dan penyaringan perangkat desa yang dilakukan dengan cara curang dan culas dengan melanggar peraturan perundang-undangan ini, diharapkan pihak kepolisian resort kota Sidoarjo bekerja profesional, dan secepat mungkin mengungkap semua pihak yang terlibat karena ini kejahatan luar biasa. Tentunya sangat penting untuk memberikan kepastian hukum kepada semua warga negara. Disaat kepercayaan publik (public trust) terhadap institusi kepolisian yang sangat rendah tentunya pihak kepolisian juga punya kepentingan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Sebab kasus ini berpotensi besar melibatkan banyak pihak, mulai dari kepala desa yang desanya melaksanakan penjaringan perangkat desa meskipun tidak tertangkap saat operasi tangkap tangan, para calon peserta yang memberikan suap, oknum pegawai BKD dan kemungkinan pihak lain yang terlibat dan mereka semua berpotensi dijerat dengan pasal pasal dalam undang undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dikutip dari pernyataan Kholilur Rahman SH MH, Dosen ilmu hukum universitas Veteran Jawa Timur; suap-menyuap adalah salah jenis tindak pidana korupsi. Tindakan yang dilakukan setiap orang secara aktif memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar urusannya lebih cepat, walau melanggar prosedur. Suap-menyuap terjadi jika terjadi transaksi atau kesepakatan antara kedua belah pihak.
“Tindak Pidana korupsi yang terkait dengan suap menyuap diatur melaui beberapa pasal dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, yaitu Pasal 5, Pasal 6 , Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, dan c, serta Pasal 13. Setiap pasal tersebut memiliki karakteristik khusus, baik dari segi objek, pihak yang dapat dijerat sebagai pelaku, hingga sanksi pidana yang diatur di dalamnya” jelas dosen ilmu hukum pidana universitas UPN/Veteran Jawa Timur.
“Baik pemberi maupun penerima suap dapat disangkakan dengan pasal pasal itu, termasuk orang yang turut serta melakukan tindakan pidana tersebut. Tentunya calon/peserta penjaringan perangkat desa dan oknum pegawai BKD provinsi Jawa Timur yang terbukti terlibat dalam pemufakatan jahat juga bisa diproses hukum,” tambahnya. (NK)