Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Kabupaten Sidoarjo menjadi salah satu pemerintah daerah yang mendapatkan pengawasan khusus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi anti rasuah tersebut mencatat peta celah korupsi di daerah belum banyak perubahan. Ada beberapa sektor yang menjadi titik rawan terjadinya penyimpangan, yaitu mulai dari perencanaan, penganggaran dan pengadaan barang dan jasa (BPJ). Hal itu disampaikan oleh Direktur Koordinasi dan Supervisi wilayah lll KPK, Ely Kusumastuti dalam audensi bersama jajaran pemerintah daerah kabupaten Sidoarjo di gedung Merah Putih KPK, (15/4/2025). Selain Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo turut hadir dalam audensi, Sekretaris Daerah, Pimpinan DPRD dan ketua Fraksi serta seluruh kepala OPD.
” Kalau perencanaan, penganggaran serta pengadaan barang dan jasa tidak dilakukan sesuai regulasi, maka peluang penyimpanan terbuka lebar. Saya berharap pemerintah Sidoarjo tidak ada pengaduan, tidak ada OTT, tidak dipanggil KPK dan APH lain Fraud (karena tindakan kecurangan atau korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan red). Kalau bisa di cegah mari kita cegah bersama.” Ujar Ely Kusumastuti, dilansir dari laman resmi KPK.

Ely Kusumastuti juga mengungkapkan bahwa kabupaten Sidoarjo termasuk dalam lima wilayah yang mendapat pengawasan khusus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu disebabkan bukan hanya karena besarnya Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah pada tahun 2025, sebesar Rp 5.947 Triliun, tetapi juga banyaknya laporan dari masyarakat dan keterlibatan daerah ini dalam kasus korupsi selama tiga kali kepemimpinan kepala daerah.
Menanggapi status kabupaten Sidoarjo yang mendapat pengawasan khusus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Direktur LSM CePAD ( Center For Participatory Development ) pun mengatakan bahwa pengelolaan anggaran daerah memerlukan kondisi yang ideal untuk dan situasi yang kondusif serta menerapkan prinsip partisipatif dan transparansi.
” Pengelolaan anggaran daerah bagi birokrat memang sangat rumit, oleh karenanya harus tercipta kondisi yang ideal dan situasi yang kondusif serta tidak terganggu oleh banyaknya variatif kepentingan. Disamping itu juga perlunya penerapan prinsip partisipatif dan transparansi yang subtansial bukan sekedar formalitas.” Ujar Kasmuin.
Selain pentingnya perencanaan dan penganggaran yang matang, Kasmuin juga menegaskan bahwa pelaksanaan/ implementasinya harus jujur, transparan dan tidak ada keberpihakan dan tarik ulur kepentingan sekelompok elit pemerintahan. ” Selain dokumen perencanaan yang baik juga tidak kalah pentingnya pelaksanaannya harus dilakukan dengan jujur, transparan dan obyektif (tidak ada keberpihakan dan tarik ulur kepentingan) oleh elit pemerintahan daerah.” Pungkas Kasmuin, pengamat kebijakan publik yang cukup senior di kabupaten Sidoarjo. (NK)