Lumajang//suaraglobal.co.id Polemik distribusi BBM subsidi di SPBU 54.673.10 Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, memasuki babak baru yang mengejutkan. Setelah ramai isu dugaan penyelewengan BBM oleh tengkulak, kini dua oknum wartawan justru dilaporkan balik atas dugaan pemerasan terhadap warga.
HLK (inisial), salah satu warga Pronojiwo yang namanya terseret dalam kisruh tersebut, angkat bicara. Ia mengaku menjadi korban pemerasan yang dilakukan oleh dua oknum wartawan berinisial IST (pimpinan redaksi media lokal) dan M.BSR (kepala biro media lainnya). Keduanya diduga memeras hingga puluhan juta rupiah dengan ancaman pemberitaan negatif.
“Lucu mas, kami dituding mafia, padahal yang meresahkan justru mereka. Berkali-kali kami dimintai jatah. Kami memang salah secara hukum, tapi ini soal perut. Kami bukan koruptor yang merugikan negara triliunan,” tegas HLK saat ditemui awak media Minggu (4/5/2025).
Menurut pengakuan HLK, permintaan awal dari oknum wartawan tersebut mencapai Rp15 juta. Karena tidak mampu memenuhi nominal itu, ia bersama rekan-rekannya hanya sanggup mengumpulkan Rp 11 juta secara patungan. Namun, permintaan tak berhenti di situ. Beberapa minggu kemudian, oknum wartawan kembali datang dan meminta tambahan dana.
“Saya sudah bilang gak sanggup, eh malah diancam mau diberitakan jelek dan dilaporkan Polisi. Waktu itu mereka juga foto-foto, lalu berita negatif langsung keluar. Wajar kalau kami emosi dan terjadi keributan,” ungkap HLK.
Keterangan serupa disampaikan oleh IN (inisial), warga lain yang tergabung dalam paguyuban tengkulak BBM di Pronojiwo. Menurutnya, keberadaan paguyuban tersebut justru membantu masyarakat di wilayah Tempursari yang kesulitan mendapatkan BBM akibat akses jalan yang sulit.
“Jalan ke Tempursari ekstrem dan jauh. Kalau gak ada kami, masyarakat sana bisa kehabisan BBM. Kami ini hanya cari makan, bukan pelaku korupsi. Jangan disamakan,” ujar IN menegaskan.
Sebagai informasi, Tempursari adalah salah satu kecamatan terpencil di Lumajang yang sulit dijangkau mobil tangki BBM karena kondisi jalan terjal dan sempit. Warga setempat selama ini bergantung pada suplai dari paguyuban seperti milik HLK dan IN.
Ironisnya, tudingan mafia BBM yang selama ini diarahkan kepada mereka ternyata dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang diduga ingin mengambil keuntungan pribadi lewat ancaman pemberitaan. Fenomena seperti ini kembali membuka tabir gelap praktik jurnalisme abal-abal yang sering mencoreng citra pers.
Hingga kini, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait laporan balik yang disampaikan HLK dan kawan-kawan. Humas Polres Lumajang, Ipda Untoro, saat dikonfirmasi hanya menyatakan akan melakukan koordinasi internal terlebih dahulu.
“Gih (ya) siap mas, kami konfirmasikan dulu sama pimpinan ya,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp, Minggu (4/5/2025).
Sementara itu, pihak manajemen SPBU 54.673.10 Pronojiwo juga belum bisa dihubungi. Upaya konfirmasi oleh awak media melalui sambungan telepon dan pesan singkat tidak mendapatkan respons hingga berita ini diterbitkan.
Kasus ini menjadi catatan penting bahwa persoalan distribusi BBM subsidi di daerah rawan akses seperti Lumajang memerlukan perhatian serius dari pihak berwenang. Bukan hanya menertibkan praktik penimbunan, namun juga membersihkan oknum-oknum yang mencederai marwah pers dengan praktik pemerasan berkedok jurnalistik.
(SB)