Pendidikan

Tidak Ada Transparansi Dalam SPMB 2025 Mempertegas Buruknya Hasil Survei SPI Pendidikan Kabupaten Sidoarjo 2024

60
×

Tidak Ada Transparansi Dalam SPMB 2025 Mempertegas Buruknya Hasil Survei SPI Pendidikan Kabupaten Sidoarjo 2024

Sebarkan artikel ini

Sidoarjo//suaraglobal.co.id – Pelaksanaan Sistem Penerimaan Siswa Baru (SPMB) tahun 2025 yang dilakukan dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten Sidoarjo masih jauh dari asas transparansi. Meskipun dalam rangka pelaksanaan SPMB tahun ini pihak Dinas Pendidikan kabupaten Sidoarjo sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 600 juta untuk merekrut jasa tenaga ahli dalam pelaksanaan SPMB tahun 2025, namun fakta dilapangkan tidak bisa merubah/ memperbaiki sistem penerimaan siswa baru yang berkeadilan.

Banyak fakta dilapangkan yang mengindikasikan adanya nepotisme, penyalahgunaan wewenang yang berpotensi terjadi perilaku Korupsi. Tidak adanya transparansi dalam setiap jalur penerimaan siswa baru menunjukkan indikasi kuat adanya perilaku menyimpang dalam proses pelaksanaan SPMB (khususnya SPMB untuk SMPN).

Hal itu sepertinya tidak merubah hasil survei penilaian integritas (SPI) pendidikan di Sidoarjo pada tahun 2024, yang mana ditemukan indikasi tata kelola pendidikan yang terbilang rendah, salah satu indikator persentase satdik dengan kejadian siswa menerima perlakuan khusus saat penerimaan sebesar 73.02% atau lebih besar daripada rata rata nasional sebesar 59.54%.

Sementara, tata kelola pendidikan terbilang rendah yang mengakibatkan minimnya upaya untuk mencegah tindakan tidak berintegritas, yang pada gilirannya dapat merusak kepercayaan dan efektivitas sistem pendidikan secara keseluruhan. Tata kelola yang buruk mencakup pengelolaan yang tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak berorientasi pada pencegahan korupsi.

Ketika tata kelola lemah, maka kebijakan pencegahan korupsi, seperti kontrol internal, audit, dan pelaporan keuangan yang transparan, seringkali tidak diterapkan secara efektif. Hal ini menyebabkan potensi adanya penyalahgunaan wewenang, penggelapan dana, atau praktek korupsi lainnya akan lebih tinggi.

Selain itu pada aspek nepotisme di Kabupaten Sidoarjo dijelaskan bahwa persentase satdik dengan perlakuan khusus pimpinan kepada guru tertentu sebesar 25,40% atau lebih besar daripada rata-rata nasional sebesar 24,39%. Persentase satdik dengan perlakuan khusus kepada siswa sebesar 25,40% atau lebih besar daripada rata-rata nasional sebesar 23,52%. Persentase satdik dengan kejadian guru mendapatkan promosi karena kedekatan dengan pimpinan sebesar 44,44% atau lebih besar daripada rata-rata nasional sebesar 33,49%. Persentase satdik dengan kejadian siswa menerima perlakuan khusus saat penerimaan sebesar 73,02% atau lebih besar daripada rata-rata nasional sebesar 59,54%.

Pada aspek pengadaan barang/jasa di Kabupaten Sidoarjo dijelaskan bahwa persentase satdik dengan praktik pembelian sarana dan prasarana satdik (ATK, laptop/komputer/lab, dll) dilakukan secara kurang transparan sebesar 50,79% atau lebih besar daripada ratarata nasional sebesar 47,61%. Persentase satdik dengan kejadian pembelian sarana dan prasarana satdik (ATK, laptop/komputer/lab, dll) yang kurang sesuai dengan kebutuhan belajar dan mengajar sebesar 15,87% atau lebih kecil daripada rata-rata nasional sebesar 17,59%. Persentase satdik dengan kejadian penentuan vendor pelaksana/penyedia (toko, kontraktor, perusahaan) berdasarkan relasi pribadi sebesar 39,68% atau lebih kecil daripada rata-rata nasional sebesar 41,72%. Persentase satdik dengan kejadian menerima komisi dari vendor (toko, kontraktor, perusahaan) tempat membeli sarana/prasarana satdik. sebesar 36,51% atau lebih besar daripada rata-rata nasional sebesar 24,75%.

Sementara itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan potensi korupsi pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, ada empat permasalahan korupsi yang ditemukan KPK dalam SPMB 2025, salah satunya adalah penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi dalam penerimaan murid baru.

“Penyuapan/pemerasan/gratifikasi pada penerimaan peserta didik baru atau Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB),” kata Budi dalam keterangannya, Senin (16/6/2025).

Budi menjelaskan, KPK juga menemukan kurangnya transparansi kuota dan persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru, sehingga membuka celah penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi.

“Untuk zonasi, seringkali terjadi pemalsuan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), serta melakukan perpindahan sementara (Tahun 2025, zonasi diubah menjadi domisili). Untuk afirmasi data, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) banyak yang tidak sesuai, banyak yang sebenarnya mampu tetapi masuk dalam DTSEN,” jelasnya.

Budi menambahkan, seringkali terbit piagam-piagam palsu untuk dapat masuk jalur prestasi.

Di sisi lain, KPK menemukan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak sesuai peruntukan, dan pertanggungjawaban dana BOS seringkali tidak disertai bukti.

“Variabel penentuan BOS berdasarkan jumlah siswa, berjenjang dari sekolah meningkat sampai dengan ke Kementerian. Modus pelanggaran Dana BOS di antaranya kolaborasi antara pihak sekolah dan dinas terkait untuk mempermainkan jumlah siswa,” kata dia.

Berdasarkan kondisi tersebut, KPK mengatakan, untuk mencegah korupsi, diperlukan komitmen seluruh pemerintah daerah sebagai pemangku regulasi dan unsur pengawas, pihak sekolah sebagai pelaksana, serta masyarakat sebagai pengguna layanan publik.

KPK juga mendorong dilakukan sosialisasi pelaksanaan sistem penerimaan SPMB, Forum Konsultasi Publik, Survei Kepuasan Masyarakat, dan penanganan pengaduan sektor pendidikan.

Kemudian, dari aspek regulasi, pentingnya kebijakan ataupun peraturan dalam rangka mencegah terjadinya pungli di sektor pendidikan.

“KPK melalui fungsi koordinasi dan supervisi akan terus melakukan pemantauan terkait upaya-upaya pencegahan korupsi pada sektor pendidikan. KPK juga terbuka untuk melakukan pendampingan,” pungkas juru bicara KPK, Budi Prasetyo. (NK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *